Pengamat Hukum dan Politik Asal Kalimantan Tengah Muhammad Gumarang, menyebut bahwa Sumbangan 2 Triliun dari Heryanty anak mendiang Akidi Tio, anggap saja Sumsel mimpi indah disiang bolong.
Sebagaimana pengamatan Gumarang beberapa hari yang lalu di beberapa media yang hasil analisnya menyapaikan bahwa kasus sumbangan 2 triliun dari Heryanty puteri bungsu mendiang Akidi Tio yang diterima secara simbolis oleh Kapolda Sumatera selatan Irjen Pol Eko Hendra Heri pada Senin 26 Juli 2021 yang lalu sumbangan untuk membantu penanganan covid-19 khususnya untuk masyarakat Sumsel.
Tenyata dana sumbangan tersebut nihil karena dananya saat ditarik melalui kliring atau pemindah bukuan ditolak Bank Mandiri karena dengan alasan dana saldo tidak cukup, yang disampaikan Bank Mandiri pada hari Selasa tanggal 3 Agustus 2021, bahwa menurut Gumarang dari prespektif hukum pidana kasus tersebut tidak layak untuk diperpanjang atau diteruskan.
BACA JUGA : Mimpi Indah Disiang Bolong
Apa untungnya Negara atau pemerintah disibukkan mengurus kasus sumbangan 2 triliun yang tidak jelas alias nihil tersebut buang biaya, waktu dan energi saja karena unsur pidananya juga tidak ada, penipuan (pasal 378 KUHP) bukankah, kalau dikenakan pasal 15 dan 16 undang- undang nomor 1 tahun 1946 tentang ketentuan hukum pidana tidak memenuhi unsur, tapi kalo dipaksakan terlalu subyektif, sebagaimana hasil analisnya pada pemberitaan sebelumnya.
Kemudian kalau dituntut secara perdata misalnya karena ingkar janji (Wanprestasi) juga tidak jelas, nanti gugatannya bisa kabur dari syarat materilnya (Asbcuur libel).
Karena apa yang diperjanjikan itu menurut Gumarang tidak memenuhi syarat suatu perjanjian menurut hukum perdata karena ada 4 syarat sah nya suatu perjanjian menurut hukum perdata pasal 1320, yaitu pertama adanya kesepakatan para pihak, kedua kecakapan para pihak, ketiga adanya obyek yang di perjanjikan, dan keempat suatu yang halal.
Menganalis dari 4 persayaratan yang dimaksud sahnya suatu perjanjian hampir semua yang disyaratkan dalam hukum perdata pasal 1320 tersebut terhadap sumbangan 2 triliun tidak memenuhi syarat alias tidak sah.
BACA JUGA : Ketua Komisi IV DPRD Kotim Sidak PT. Pelindo III Bagendang, Ini Penjelasannya
Baik secara unsur subyektif maupun unsur obyektif, jadi apa yang mau dituntut secara perdata dari sisi wanprestasi atau ingkar janji (onrechtmatige daad), dilihat pertama dari sisi kesepakatan para pihak saja tidak jelas, siapa penyumbang dan siapa yang seharusnya menerima sumbangan itu.
Karena pihak Polda Sumsel mengaku hanya sebagai kapasitas perantara, itupun tidak jelas, pribadi atau atas nama institusi Polda Sumsel sebagai perantaranya?, berarti secara subyektif kesepakatan para pihak tidak jelas atau cacat hukum.
Kedua kecakapan para pihak, khususnya pihak yang menerima sumbangan untuk kepentingan penanganan covid-19 tidak memenuhi syarat subyektif karena tidak memiliki kompetensi dan ke wenangan sebagaimana peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Ketiga obyek yang di perjanjikan juga belum jelas keberadaannya baik dari sisi jumlah nominalnya maupun proses kepastian untuk mendapatkannya.
Keempat suatu yang halal atau apa yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan hukum, sehingga secara obyektif bahwa perjanjian tersebut bisa batal demi hukum dan/atau karena perjanjian tersebut bertentangan dengan hukum.
Maka perjanjian tersebut dianggap tidak ada, dan ini mungkin bisa saja sumbangan 2 triliun tersebut dari sumber dana hasil kejahatan, karena sampai sekarang masih misteri keberadaannya atas sumber dana yang di isukan berjumlah ada 16 triliun di Bank Singapore menurut infonya tersebut yang masih tidak jelas kebenarannya.
Lantaran motifnya menyumbangpun tidak diketahui. Apakah motifnya ingin melibatkan pemerintah Indonesia dalam hal ini Polda Sumsel untuk mengurus dan mendapatkan atau mencairkan dana yang dimaksud keluarga mendiang Akidi Tio di Singapore, tidak menutup kemungkinan hal tersebut atau ada motif lain, tapi apapun motifnya yang jelas keberadaan dana 2 triliun tersebut tidak jelas alias misteri.
“Maka sudah jelas menurut analis pendapat saya bahwa kasus sumbangan tersebut dari prespektif hukum pidana dan perdata tidak layak untuk diproses atau diperpanjang alias di hentikan saja,” ujar Gumarang.
“Lebih baik mengurus dan menangkap buronan para koruptor dan membenahi lembaga KPK yang terindikasi mau runtuh, serta melakukan pemulihan ekonomi masyarakat yang sekarang lagi perlu maksimal dan perhatian serius khusus penanganannya, karena ekonomi anjlok akibat dampak pendemi covid-19,” harapnya.
“Bagaikan panggang jauh dari api untuk mendapatkan atau merealisasi sumbangan 2 triliun itu, maka untuk tidak membuat rasa kecewa anggap saja peristiwa tersebut bagian dari mimpi indah kita disiang hari bolong di masa PPKM yang kita nikmati akibat kita banyak tidur dirumah,” pungkasnya.
[*to-65]