SAMPIT – Petani rotan budidaya di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), menyampaikan keluh-kesahnya kepada DPRD Kotim, Kamis (21/01/21).
Sampai saat ini pemerintah pusat tak kunjung juga mencabut larangan ekspor rotan, akibatnya masyarakat petani rotan budidaya berkeluh-kesah karena sudah bersusah payah membudidayakan rotan itu terkesan merasa sia-sia.
Keluh-kesah mereka ini lantaran rotan itu dianggap merupakan hasil hutan yang tidak boleh diperjual belikan atau diganggu, kendatipun saat ini masih ada para petani rotan yang menggeluti usaha tersebut.
“Saya mengadu dan ke dewan ini supaya kami para petani bisa diperhatikan pasalnya, sejak adanya larangan tersebut kami selalu di sebut sebagai pencuri hasil hutan,” ujar Juhran.
“Katanya itu tumbuhan hutan, padahal rotan itu adalah hasil budidaya atau ditanam oleh orang tua kami tumpang sari dengan tanaman karet.” Kata Juhran dan rekannnya Samosir kepada Ketua DPRD Kotim Dra Rinie.
Dia juga mengatakan baru-baru ini sejumlah gudang rotan sudah ada yang di policeline dengan alasan bahwa perbuatan masyarakat yang meperjualbelikan rotan itu perbuatan melawan hukum.
“Saya merasa miris daerah lain contohnya di Pontianak mereka leluasa saja mengirim rotan dengan dasar adanya pengakuan dari kepala daerah bahwa itu adalah hasil budidaya.” katanya
Dia juga berharap kepada para wakil rakyat di Kotim supaya bisa mencari solusi untuk para petani rotan di Kotim, agar tidak lagi berbenturan dengan aparat penegak hukum.
“Baru-baru ini sudah ada rekan kami yang masuk jeruji besi karena kasus rotan, oleh sebab itu jangan sampai para petani yang hanya ingin menjual hasil rotannya justru masuk bui.” paparnya
Menanggapi hal ini Ketua DPRD Kotim Dra Rinie mengatakan, dirinya selaku Ketua Dewan dalam hal ini akan menampung aspirasi dari masyarakat petani dan disarankan kepada mereka untuk membuat laporan tertulis ke Dewan beserta data-data pendukung.
“Saya siap menindaklajuti hal ini dan nanti bersama komisi yang membidangi yaitu komisi II, kalaupun nanti harus kita adakan rapat dengar pendapat, kita agendakan dan yang pasti kami menunggu laporan resmi biar bisa dipelajari dan tindaklanjuti.” kata Rinie.
Sekedar untuk diketahui bahwa sejak adanya pelarang ekspor rotan mentah dari pemerintah, banyak pengusaha rotan di Kotim gulung tikar, sehingga banyak warga kelihangan mata pencaharian.
Kondisi semacam ini dirasakan para petani dan pelaku usaha rotan terutama bagi Juhran dan Samosir yang hidupnya ketergantungan dengan usaha ini sebelelum pelarangan itu diberlakukan.
Juhran menyesalkan sikap pemerintah yang seolah tidak peduli dengan nasib mereka khususnya di Kotim, padahal kondisi ini dampak dari kebijakan pemerintah.
Seharusnya, pemerintah sudah menyiapkan solusi sebelum memberlakukan kebijakan agar masyarakat tidak dirugikan selama ini.
Menurut mereka sektor rotan juga berjalan secara mandiri dan tidak merepotkan pemerintah, namun kini justru kebijakan pemerintah yang mematikan sektor ini.
[*to-65]
Baca Juga: Anggota Komisi IV DPRD: Kotim Paling Tepat Jadi Ibu Kota Provinsi Kotawaringin
Facebook Comments