Sudah menjadi rahasia umum adanya Mafia BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) khususnya dan di Kalimantan Tengah Umumnya.
Praktek Mafia BBM bersubsidi ini nampaknya belum bisa diberantas dengan tuntas, baik oleh dinas terkait maupun oleh penegak hukum setempat. Terkait kasus ini Petualang Jurnalis mencoba beropini semoga tidak keliru.
Sengkarut pendistribusian BBM bersubsidi ke beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kotim terutama jenis solar. Hampir seluruh nya dikuasai para pelangsir dan oknum yang diduga preman.
Selama ini menurut penelusuran penulis jadi delema pelangsir belum bisa diberantas secara tuntas karena beberapa faktor diantaranya sebagai berikut:
Faktor pertama penegakan hukumnya dinilai tidak serius, tidak tegas, lemah dan tidak maksimal, tidak dipungkiri kinerja aparat kepolisian setempat juga pernah melakukan penangkapan dan beberapa pelaku sudah ada yang berproses sampai pengadilan dengan harapan biar ada efek jera.
Namun faktanya, hingga saat ini belum terlihat ada efek jeranya, jika penegakan hukum ini benar-benar serius untuk melakukan penindakan dapat dipastikan itu pasti bisa, asal jangan tebang pilih siapapun orangnya harus ditindak tegas.
Penindakan terhadap para pengecer BBM yang tidak mengantongi izin di sekitar area SPBU tidak dilakukan, fakta nyata banyaknya pengecer di sekitar area SPBU jadi penjual atau pengecer BBM, yang diduga BBM yang mereka jual tersebut hasil melangsir.
Kebanyakan dari mereka yang tinggal di sekitar area SPBU tersebut menjadi pelangsir, sebagai pekerjaan tetapnya disamping mereka menjadi pedagang.
Fakta tersebut bisa dibuktikan dilapangan, Hampir diseluruh SPBU banyaknya antrian truk pelangsir yang terparkir di Sekitar area SPBU, truknya yang itu-itu saja baik siang maupun malam parkir menunggu antrian ada juga yang mengganggu arus lalulintas.
Faktor kedua adanya dugaan permupakatan jahat yang dilakukan pihak oknum tertentu kongkelingkong dengan pihak oknum SPBU maupun pihak pelangsir yang marak hampir diseluruh SPBU di Kotim.
Faktor ketiga kurangnya kesadaran masyarakat (para pelangsir) yang menjadikan usaha melangsir ini sebagai pekerjaan tetap mereka sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya yang didukung oleh para pengepul.
Hasil penelusuran Petualang Jurnalis, BBM yang dikumpulkan para pengepul tersebut diduga disuplai ke perusahaan perkebunan kelapa sawit, kemudian disuplai juga ke beberapa kontraktor yang memiliki alat berat, yang harusnya wajib menggunakan BBM industri.
Dengan maraknya para pelangsir di beberapa SPBU banyak terdengar keluhan masyarakat yang berprofesi sebagai sopir angkutan. Karena susahnya mendapat BBM Solar, karena mayoritas truk yang mengantri BBM tersebut itu-itu saja orangnya banyak yang bukan sopir angkutan.
Nampaknya para sopir truk di Area SPBU tersebut sudah ada semacam kerjasama dengan para pereman yang diduga kuat melakukan pungutan liar terhadap para pelangsir.
Menurut warga yang tidak mau disebutkan namanya, mereka dapat antrian di SPBU tersebut harus membayar sejumlah uang kepada para pereman yang berkedok pengatur parkir atau penguasa wilayah SPBU tersebut.
Ironisnya hal tersebut penulis sendiri membuktikannya, para pereman dimaksud secara terang-terangan terlihat menerima atau menagih para sopir truk yang ikut antri mengambil BBM di Area SPBU dimaksud.
“Kami bisa mendapatkan antrian disini bayar Rp20 ribu ada juga lebih sampai Rp50 ribu, dan ada juga Sebagian yang bayar bulanan kepada pengelola parkir, nominal bayar bulanannya saya kurang mengetahui,” jelasnya.
”Kami masyarakat sulit sekali mengakses ke SPBU untuk dapat solar. Padahal kami hanya membeli untuk keperluan saja,” kata Edy, salah seorang sopir angkutan di Sampit, dikutif dari radarsampit.com.
Terkait sengkarut tersebut izinkan petualang jurnalis sedikit memberikan saran dan masukan kepada pihak terkait atau penegak hukum setempat, maaf bukan berarti menggurui.
Dengan harapan pendistribusian BBM bersubsidi dimaksud harus tepat sasaran dengan beberapa alternatif sebagai berikut:
- Lakukan sidak dengan rutin diseluruh SPBU di Kotim, data atau infentalisir seluruh truk dan para sopir yang selalu mangkal setiap hari di area SPBU tersebut.
- Sidak semua para pengecer BBM di sekitar area SPBU setempat yang tidak mengantongi izin, karena rata-rata diwarung tempat mereka usaha dagangan banyak drigen-drigen maupun drum tempat penampungan hasil langsiran, baik mereka sendiri sebagai pelangsirnya maupun menampung dari para pelangsir lainnya, yang selanjutnya mereka jual secara eceran maupun kepada para pengepul.
- Kemudian sidak juga para pereman yang selalu mangkal dan menerima pungutan dari para pelangsir di SPBU tersebut, kalau perlu lakukan OTT.
- Pertegas kembali perdanya sebagai payung hukum untuk melakukan penindakan.
Kalau ini dilakukan dengan serius oleh pihak terkait atau penegak hukum setempat, dapat dipastikan pendistribusian BBM akan tepat sasaran dan tidak ada lagi keluhan masyarakat terutama keluhan sopir angkutan yang benar-benar sangat membutuhkan BBM tersebut, demikian.
Penulis: Misnato (Petualang Jurnalis)