Ini Dia : “Senjata” Wartawan Paling Ampuh dan Mematikan untuk di Simak

- Advertisement -
Inilah ”Senjata” wartawan paling ampuh dan mematikan yang ditakuti oleh Narasumber yang diduga bermasalah.  Dalam hal ini izinkan penulis untuk mengutif salah satu pengalaman salah seorang wartawan senior Drs. Wahyudi El Penggabean,M.H., yang berbagi pengalaman melalui youtube.com yang di unggah di Medsos.

Dalam kinerja wartawan tuntutan perimbangan suatu berita perlu diutamakan dan itu suatu kewajiban,  Dalam hal ini permintaan Konfirmasi menjadi senjata atau suatu kewajiban dan jika ini dilakukan seorang wartawan dengan baik dan benar sesuai Kode etik Jurnalistik.

Inilah Senjata yang paling ditakuti oleh seorang narasumber, terutama narasumber yang diduga melakukan penyelewengan terutama para koruptor.

BACA JUGA : Densus 88 Tangkap Terduga Teroris JAD di Tasikmalaya

Kenapa itu perlu dilakukan permintaan konfirmasi?. Ada baiknya permintaan konfirmasi di lakukan secara langsung, tidak melalui WhatsApp, tidak melalui SMS, dan tidak melalui telephone, tetapi harus langsung.

Kalau tidak senjata yang di maksud itu tidak anda gunakan dengan sempurna, anda tidak akan ditakuti, karena akhir-akhir ini sangat banyak sekali wartawan yang enggan melakukan permintaan konfirmasi pada narasumber objek yang dia beritakan.

Sementara berita itu telah naik, nanti  dia mengatakan disitu bahwa pihak yang dimintakan  sudah dimintakan tetapi tidak membalas dan sebagainya, itu tidak menjadikan peluang bagi anda untuk menggunakan senjata Konfirmasi itu dengan sangat perkasa dan benar.

BACA JUGA : Anggota DPRD Kotim Menanggapi Sidak Miras ala Wakil Bupati Kotim

Pada tahun 1990 lanjutnya,” ketika saya baru tamat kuliah dari Universitas Riau Pekan Baru, saya kemudian di panggil memperkuat sebuah media, satu-satunya media di Riau pada waktu itu namanya Surat Kabar Mingguan Berita,” ujarnya.

“Saya di panggil memperkuat itu dengan status percobaan, meskipun saya Sarjana pada waktu itu, karena saya baru masuk di media itu saya tetap berstatus magang dan saya belum di bekali surat tugas atau identitas apapun, tetapi saya tetap menjalankan profesi ini dengan benar,” ucapnya.

“Pada suatu hari saya ketemu dengan dosen saya, dia melaporkan suatu masalah bahwa adik kelas saya jurusan Biologi FKIP Universitas Riau itu ternyata di operasi di sebuah rumah sakit (RS) swasta di Pekan Baru Riau,” tuturnya.

BACA JUGA : Kapolri Ungkap 5 Klaster COVID-19 di DKI Jakarta, PPKM Mikro Diperketat

“Entah bagaimana setelah selesai operasi usus buntu, ternyata terjadi pembengkakan dana, pembengkakan biaya, sehingga pasien adik kelas saya ini menurut dosen itu tersandra di salah satu rumah sakit Islam besar di Pekan Baru Riau, jadi Ibu Dosen itu meminta saya,” urainya.

“Ananda, andakan wartawan tolonglah telusuri masalah ini, kemudian anda beritakan agar ini menjadi pelajaran bagi rumah sakit dan juga bagi masyarakat , agar mereka berhati-hati untuk meminta jasa pengobatan atau jasa operasi di rumah sakit tersebut, oke saya akan terima,” jelas Wahyudi menirukan ucapan Ibu dosen dimaksud.

“Saya kemudian menemui korban, yang sebenarnya sudah bebas dari rumah sakit, tetapi pihak rumah sakit itu terpaksa menyandra dia pulang ke kampung Sumatera Barat untuk menggadaikan atau menjual sawah untuk menebus biaya operasi usus buntu yang bersangkutan,” paparnya.

BACA JUGA : Kapolri : 217 Tersangka Teroris Ditangkap Dalam 5 Bulan

“Kemudian saya temui dan saya dapatkan ceritranya semua, kemudian dapat lagi informasi dari dosen, saya hanya perlu meminta konfirmasi kepada humas juru bicara rumah sakit yang bersangkutan yang berada di Ibukota Pekan Baru Riau, itu sudah terjadi perimbangan,” jelasnya lagi.

“Saya sudah dapat informasinya sudah lengkap dari korban, dari narasumber dosen saya, kemudian duduk ceritranya semua dari orang tua korban juga sudah saya wawancarai, dan kemudian saya meminta konfirmasi dengan humas itu sudah layak, sesuai dengan pasal 1, pasal 3 kode etik jurnalistik Indonesia,” katanya.

“Tetapi saya tidak mau hanya sebatas itu, sebagai wartawan baru di media itu, saya ingin membuktikan apakah senjata yang saya genggam ini akan ampuh atau tidak, padahal pada waktu itu saya belum memiliki identitas apapun, surat keterangan satu katapun tidak ada, jangankan kartu pers waktu itu,” ungkapnya.

BACA JUGA : Keutamaan Shalat Subuh, dan Kerugian Apabila Meninggalkannya

“Tetapi saya meledakan, menembakan senjata ini kepada Ketua Yayasan rumah sakit Islam Pekan Baru Riau, kepada  Direkturnya langsung kepada yang membedah pasien tersebut, jadi saya harus meminta konfirmasi kepada yang pertama Yayasan Rumah Sakit Islam karena itu berada dibawah rumah sakit Islam sebagai organisasinya,” ungkapnya lagi.

“Kemudian kedua, Ketua Yayasan Rumah Sakit itu, ketiga kepada Direktur rumah sakit itu, dan agar lebih sempurna lagi saya akan mewawancarai meminta konfirmasi dari dokter yang bersangkutan,” urainya lagi.

“Pada waktu itu saya tidak punya pasilitas apa-apa semacam kendaraan sepeda motor, saya berjalan kaki, naik oplet, naik angkot, kalau memang tidak ada jalur angkot saya berjalan kaki, kenapa saya bisa melakukan itu, karena saya memang memasuki dunia wartawan ini benar-benar atas panggilan hati,” imbuhnya.

BACA JUGA : Kenapa Dewan Pers itu Harus Dibubarkan, Ini Jawabannya Wilson Lalengke

“Ini yang perlu kita camkan, para wartawan, para calon wartawan dimanapun anda berada, masuki dunia profesi wartawan ini atas panggilan hati, kalau tidak anda tidak perlu masuk,” tegasnya.

“Dengan itu kalau anda benar-benar mencintai, memasuki dunia profesi atas dasar cinta, saya yakin anda akan memiliki keberanian,” ulasnya.

“Saya kemudian berusaha mendatangi Ketua Yayasannya kemudian berhasil, saya temui Direktur rumah sakit itu juga seorang dokter berhasil, kemudian terakhir saya meminta konfirmasi dari dokter itu, waktu itu pagi-pagi sekitar jam 11, sekretarisnya juga seorang perawat di rumah sakit itu mengatakan bapak masih memeriksa pasien kata sekretaris itu,” katanya lagi.

BACA JUGA : Kasus Lecehkan LSM, Oknum Kades Penyaguan Zainal Abidin di Adukan ke Polres Kotim

“Kemudian dia juga ada tamu, saya harus menunggu, hampir 2 jam saya menunggu ada 100 menit saya menunggu, apa yang terjadi,  dia keluar dari ruangan itu lalu bertanya, Anda dari mana?, Saya bilang saya dari wartawan surat kabar Genta pak, Ada apa?, saya bilang saya mohon maaf ingin memintai konfirmasi kepada bapak tentang pasien bapak yang kemarin sempat tersandra disini, kemudian saya sudah mewawancarai Ketua Yayasan, Direktur, yang bersangkutan, orang tua pasien semuanya sudah lengkap, saya hanya minta informasi dari bapa, saya hanya meminta tanggapan bapak,” ujarnya lagi.

“Bagaimana  sebenarnya kebenaran ini dari kacamata bapak, Ooo anda mau menulis berita ini yaa,,, katanya, dia meninju meja sekuat tenaga, doar!, sampai Satpam datang, semua terkejut, termasuk sekretarisnya, saya juga tercengan gitu terkejut, tapi saya mencoba tenang, karena saya mau meledakan senjata,” jelasnya lagi.

“Senjata itu permintaan konfirmasi, jadi saya minta kepada siapapun, dimanapun anda berada, yang menggenggam profesi ini, kalau anda saat ini sedang menulis sebuah kasus yang menyangkut tentang orang, yang menyangkut sekelompok orang, tentang institusi dan sebagainya, lakukan permintaan konfirmasi ini kawan, gunakan senjata ini sesuai dengan buku petunjuk kita yakni kode etik jurnalistik Indonesia,” pintanya.

BACA JUGA : Polri Tangkap 3.283 Preman-Pelaku Pungli Selama 4 Hari

“Kemudian dia bilang, kalau anda mencoba-coba saja menulis berita ini, kalau ini sempai naik di media yang anda maksud saya akan cari anda, ancam orang itu,” jelasnya lagi.

“Saya bilang oh begitu ya pak ya, saya mengambil mencabut pena ini senjata kedua, kemudian saya ambil buku notes kecil dari saku belakang celana saya, saya tulis diatas meja disitu Nama saya Drs.Wahyudi El Penggabean,M.H.,  alamat rumah ini, alamat kantor telephone ini, pada waktu itu belum ada handphone, belum ada android,” ujarnya.

“Apa ini!, saya bilang jika pak dokter kesulitan mencari saya ini alamat saya pak, kalau memang bapak perlu, dia langsung meninju meja lagi mengancam saya, nggak bisa kita berdamai katanya, kata damai maksudnya apa pak, bagaimana ini supaya tidak diberitakan aja, kalau anda memberitakan ini anda akan saya cari, tapi kalau anda tidak memberitakan mungkin bisa berdamai, apa yang bisa saya bantu,” paparnya lagi.

BACA JUGA : Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Menerbitkan Surat Telegram (ST), ini 5 Perintahnya

“Saya bilang saya memilih pak, saya ditugaskan kemari memang memilih mau menaikan berita ini, itu alamat saya, dia kemudian merobek netes yang saya berikan, anda tunggu akibatnya, kalau anda tidak mau berdamai dengan  saya anda tunggu akibatnya kalau berita ini naik, ancam dokter itu, oke pak tidak apa-apa, saya bilang waktu itu kemudian saya pergi,” jelasnya.

“Semua orang termasuk Satpam memandangi saya pergi jalan kaki, kemudian terus sampai ke jalan raya sampai ke jalur oplet, jalur angkot, lalu saya naikkan beritanya, redaktur saya pada waktu itu Drs. Alma, media berita ini luar biasa, berita ini benar-benar berwarna, seharusnya tidak perlu kau wawancarai ketua Yayasan, tapi mungkin ini sangat lengkap sekali, bayangkan itu ya konfirmasinya dari organisasi Yayasan rumah sakit Islam Riau saya wawancarai, dari ketua yayasan rumah sakit yang bersangkutan saya wawancarai juga,” paparnya.

“Saya mintai konfirmasi, dari Direktur rumah sakit saya mintai konfirmasi, terakhir dari pelaku yang membedah pasien ini saya mintai konfirmasi, saya menggunakan senjata itu benar-benar meledakan dan menembakan pas pada jantungnya, sehingga dia tidak bisa berkutik, langsung lumpuh,” tambahnya.

BACA JUGA : Inilah Sosok Kasal Yudo Margono Calon Kuat Panglima TNI

“Sekarang timbul pertanyaan, apakah dia berani menemui saya?, ketika berita itu mulai beredar, padahal satu-satunya surat kabar waktu itu di Riau hanya Genta, belum ada surat kabar yang lain, mana berani, makanya saya berani mengatakan kepada anda, kepada saudaraku semuanya teman-teman jurnalis dimanapun anda berada, gunakan senjata ini kawan, tetapi dengan syarat anda harus menggunakan cara professional sesuai dengan kode etik, tempuhlah cara-cara professional dan terhormat menjalankan profesi kita ini, pada saat tertentu nanti anda menarik senjata atau pistol kemudian tembakan itu ke narasumber dalam bentuk permintaan konfirmasi, itu lah yang saya maksud, senjata paling ditakuti oleh narasumber dari seorang wartawan adalah permintaan konfirmasi, terima kasih semoga bermanfaat,” pungkasnya.

Penulis : Misnato

Narasumber : Drs. Wahyudi El Penggabean,M.H,.

 

- Advertisement -
Iklan
- Advertisement -
- Advertisement -
Related News