Pemkab Kotim Dinilai Belum Mampu Melaksanakan  Amanat Dari Undang-Undang Otonomi Daerah

- Advertisement -
Pemkab  Kotim dinilai belum mampu  melaksanakan  Amanat dari Undang Undang Otonomi Daerah, dalam hal pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Sebagaimana yang disampaikan Ketua Fraksi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), M. Abadi dari DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Sabtu (28/08/2021).

Sehingga berdampak kepada kesejahteraan masyarakat, seperti salah satunya kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Pemda) berkaitan  dengan kewenangan atas pungutan pajak daerah dan retribusi daerah.

BACA JUGA : Camat Cempaga Bersama Kadis Koperasi dan UKM Kotim Benahi  Koperasi Cempaga Perkasa

Salah satunya bersumber dari pendanaan di daerah sesuai dengan mandat dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Kewenangan ini diberikan bermaksud untuk memperkuat esensi dan posisi otonomi dalam menopang kapasitas fiskal daerah.

Karena tujuan dari otonomi diberikan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

“Saya berharap agar ini menjadi pekerjaan rumah pihak eksekutif dan legislatif bisa benar-benar memperdulikan kesejahteraan  masyarakat, dengan cara meningkatkan pendapatan asli daerah,”  ujar M. Abadi.

BACA JUGA : Kabar Gembira Koperasi Cempaga Perkasa Terima Cek Giro Rp1,2 Miliar untuk SHK

Terutama yang bersumber dari perseroan terbatas, baik dari perkebunan sawit, kayu dan pertambangan, yang menjadi tolak ukur masyrakat  terhadap  kehadiran pihak investor yang berinvestasi di Kotim ini melalui pendapatan asli daerah.

Menurutnya, fakta yang terjadi seperti tahun 2020 tidak sesuai dengan harapan lantaran target Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2020 sebesar Rp 411 miliar.

Kenapa target pada Kotim besar karena mengacu dengan kehadiran 57  Perkebunan Besar Swasta (PBS) perusahan kelapa sawit di Kotim. Dengan luasan sekitar 134.000 hektar, sehingga Potensi Pajak Daerah dari BPHTB dinilai sangat besar.

BACA JUGA : Wilson Lalengke: Bhayangkari Dikriminalisasi Oknum Aparat, Ibarat Harimau Makan Anaknya Sendiri

Namun menurut M. Abadi faktanya yang mampu terealisasi mencapai 100 persen adalah jenis pajak yang terdiri 11 aitem, yang di atur dalam pasal 2 perda Kotim nomor 6 tahun 2018 tentang pajak daerah, sehingga realisasi Pendapatan Asli Daerah  Kotim tahun 2020 hanya sebesar Rp276.725.263.000.

Yang bersumber dari: Pajak daerah  Rp119.469.561.063, retribusi daerah Rp16.817.894.800, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp8.391.483.475, lain-lain pada yang sah  Rp132.046.723.662.

“Saya melihat bahwa pihak eksekutif tidak maksimal melaksanakan kewajibannya terhadap ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” katanya.

Pasal 52

(1) Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.

(2) Listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh pembangkit listrik dan ketentuan Perda Kotim Nomor 6 tahun 2018 tentang Pajak Pasal 2, pasal 29, 30, 31, 32 dan pasal 33 serta ketentuan bagian ketiga masa pajak dan saat pajak terutang.

Pasal 34

(1) Masa Pajak Penerangan Jalan adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan kalender.

(2) Pajak Penerangan Jalan terutang berlaku sejak digunakannya tenaga listrik.

“Saya menduga bahwa sebagian besar perusahaan yang berinvestasi di Kotim tidak melaksanakan kewajiban membayar pajak penerangan jalan, karena terbukti dari hasil pemeriksaan BPK tahun 2020 tentang pelaksanaan APBD tahun 2019, bahwa yang bersumber dari PPJ hanya sebesar Rp24.650.000.000,” ucapnya.

Sementara PPJ yang berasal dari  PT PLN SAMPIT sebesar Rp24.869.791.000, apabila kewajiban PPJ non PLN terealisasi maka pajak  yang bersumber dari PPJ akan lebih besar, bukan justru lebih berkurang dan saya selaku Ketua Fraksi PKB sudah meminta kepada sekretaris Fraksi PKB yang di Komisi IV DPRD Kotim.

Sesuai ketentuan UU nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dalam Pasal 13. a pasal 34 pasal  38 dan pasal 41, untuk meminta data kepada Dinas Tenaga Kerja berkaitan jumlah perusahan swasta yang menggunakan mesin tenaga listrik.

“Saya berharap kepada pemerintah Provinsi dan Mendagri untuk mengambil tindakan kepada Pemda Kotim, apabila tidak terlaksananya kewenangan yang dilimpahkan pemerintah pusat kepada Pemda Kotim,” pintanya.

Maka berdampak besar kepada kesejahteraan masyarakat terutama yang berada  di desa serta berdampak juga pembangunan desa yang bersumber dari pendapatan asli desa.

“Saya minta kepada bapak Gubernur Kalteng dan bapak Mendagri untuk memerintahkan Bupati Kotim melimpahkan penugasan  sebagian kewenangan Kabupaten,” harapnya.

“Seperti urusan pajak reklame, penerangan jalan, mineral bukan logam dan batuan, parkir, air tanah, sarang burung walet, bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, dan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, serta urusan  kewajiban perusahan pembangunan plasma 20 persen, urusan CSR kepada pemerintah desa, secara harfiah (autos namos),” jelasnya.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Pasal 371

(1) Dalam Daerah kabupaten/kota dapat dibentuk Desa.

(2) Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai desa.

Pasal 372

Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat menugaskan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kepada desa

 [*to-65].

- Advertisement -
Iklan
- Advertisement -
- Advertisement -
Related News