Kisah sedih seorang bapak dari unggahan Video di Youtube berdurasi empat menit dua puluh detik yang beredar luas di group WhatsApp, sungguh mengharukan penulis ketika mendengarkannya dengan seksama.
Kisah sedih seorang bapak ini sungguh mengandung nilai moral yang patut untuk disebarluaskan agar jangan terjadi kepada pihak lain, setidaknya menjadi pelajaran yang sangat berharga.
Kisah sedih seorang bapak ini diceriterakan oleh seseorang yang mengaku dirinya sebagai seorang bapak dari 3 orang anak anak yang sukses, menurut ukuran tertentu, namun tidak sukses juga dalam ukuran tertentu pula.
Kisah sedih seorang bapak ini ia mengakui bahwa dirinya itu bernama Hartono, ia mengaku seorang doktor di salah satu Universitas terkenal di Kota Bandung.
Kisah sedih dia ceriterakab bahwa Ia dibesarkan di keluarga modern, dimana ilmu dan pengetahuan dan kekayaan duniawi, sangatlah penting dan di istimewakan.
“Anak saya tiga, semuanya sekolah di luar negeri, saya menulis buku panduan bagaimana supaya bisa menyekolahkan anak di luar negeri, tanpa dihantui beban biaya yang mahal,” katanya terbata-bata.
“Saya banyak di undang seminar tentang ini, konsefnya setiap anak lahir harus beli rumah sekecil apapun, nanti rumah ini di jual untuk membiayai anak kuliah di luar negeri, satu atau dua tahun,” ujarnya.
“Tahun ketiga anak diajari untuk membiayai hidup dan kuliah sendiri, konsef ini di ikuti banyak orang, dan terbukti sukses, tapi belakangan saya menarik peredaran buku itu,” jelasnya.
“Dan minta maaf kepada orang-orang yang sudah keburu terpengaruh dengan pemikiran saya, saya menolak konsef saya sendiri setelah peristiwa tragis menimpa keluarga saya,” ungkapnya.
“Suatu hari istri saya sakit, anak pertama yang sudah mapan bekerja di Amerika, saya telpon bahwa ibunya sakit, dia tidak bisa pulang dengan alasan ada beberapa meeting yang tidak bisa ditunda,” jelasnya.
“Anak kedua sedang ujian, sehingga mustahil juga pulang karena resiko tidak lulus ujian,” keluhnya.
“Kemudian anak ketiga, baru saja diterima bekerja di sebuah perusahaan IT ternama, tidak mungkin karyawan baru meninggalkan pekerjaan, karena alasan keluarga,” ratapnya.
“Ternyata Allah menakdirkan istri saya meninggal, seminggu setelah ia dirawat di rumah sakit, tak satupun anak saya hadir di pemakaman ibunya,” ratapnya dengan disertai isak tangis yang mengharukan.
Ratapan kisah sedih seorang ayah ini menggugah penulis untuk menginplementasikan pedio tersebut dengan media tulisan sebagaimana yang dibaca anda saat ini.
“Saya sedih dan terpukul, saya tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, karena itu akibat dari saya, yang saya ajarkan kepada anak-anak, sayalah sekarang yang menanggung akibatnya,” ucapnya sedih.
“Belakangan saya mendalami ilmu agama, saya belajar ngaji, belajar memahami apa yang di ajarkan nabi, belajar bagaimana mendidik anak, menurut Islam dan lain-lain,” jelasnya lagi.
“Ternyata saya salah besar, harusnya saya tinggal bersama-sama orang sholeh, supaya anak saya terbiasa ke masjid dari kecilnya, terbiasa ngaji, terbiasa mendalami ilmu agama, terbiasa dekat dengan ulama, syukur kalau bisa sekolah di pesantren, tapi semua sudah lewat dan terlambat,” sesalnya.
“Waktu tak mungkin bisa diulang, saya merasa sudah menjerumuskan anak-anak dengan menyekolahkan anak saya ke luar negeri, mereka jadi jauh dari agama, jauh dari pemahaman konsef hidup yang benar, sesuai dengan tuntunan Rasullullah,” katanya lagi.
“Sekarang saya jual aset-aset saya, saya memilih hidup bersama orang-orang sholeh, saya merencanakan pindah ke komplek rumah tinggal, yang mementingkan tetangga seiman, senasif, dan sepengajian, dari pada sekedar tetangga biasa,” tekadnya.
“Saya memilih tinggal di tempat yang mengutamakan persiapan kehidupan di akhirat kelak, dari pada sekedar kehidupan di dunia, saya membeli lahan yang cukup besar, Insya Allah akan saya bangun tahun depan, “ niatnya.
“Saya akan tinggal di sana, ngaji di sana, dan membangun bisnis di sana, siapa tahu nanti salah satu cucu saya mau tinggal bareng saya, dan sekolah di pesantren di sana, bisa hafidz Alquran, dan jadi aset saya kakeknya, semoga saja,” harapnya.
Ust Berkata,“Tanah kita adalah akidah kita, bertetangga dengan orang-orang sholeh berarti membeli dunia dengan tujuan akhirat,” .Demikian kisah sedih seorang ayah semoga menjadi pelajaran kita bersama dan semoga bermanfaat. [*to-65]