Nampaknya Pengadilan Negeri Sampit diduga kuat sudah dijadikan lahan subur untuk legalisasi oleh mafia tanah.
Kali ini Richard William, Ketua Umum Perkumpulan Gerakan Advokat Pengacara Publik Tanah Air (Gapta) dan juga Ketua Firma Hukum Gapta Law Office, akan menyambangi Mahkamah Agung RI dan juga Menkopolhukam RI.
Gapta dalam hal ini bertindak selaku Kuasa Hukum Bapak Samen (Korban), rencananya pada hari Senin 4 Juli 2022 besok, akan menyambangi Mahkamah Agung RI dan juga Menkopolhukam RI.
Guna menyampaikan permasalahan yang terjadi di Pengadilan Negeri Sampit (PN Sampit) dengan harapan pihak Mahkamah Agung RI dan Menkopolhukam RI, bisa melakukan hal-hal yang semestinya dilakukan terkait dengan kewenangannya.
Pihaknya berharap kepada Mahkamah Agung RI dan juga Menkopolhukam RI, segera menghentikan dan/atau mencegah, maraknya Dugaan Praktek Legalisasi Mafia Tanah yang menggunakan sarana Peradilan tersebut.
Dalam hal ini khususnya terkait SK Sertpikat HGU
ASPAL PT. Tanah Tani Lestari (TTL) yang dikeluarkan oleh Menteri
ATR/BPN RI.
Richard William menambahkan. Hal tersebut didasarkan hasil dari rangkaian fakta yang terungkap di Persidangan pada Pengadilan Negeri Sampit yang terindikasi sangat janggal dan dipaksakan.
Sehubungan dengan adanya Gugatan Perkara Perdata yang diajukan oleh PT. Tanah Tani Lestari (TTL) terhadap Kliennya ( Saudara SAMEN ).
Berdasarkan bunyi Putusan Perkara Perdata Nomor: 24/Pdt.G/2018/PN.Spt, tanggal 14 Februari 2019, Jo. Nomor: 24/PDT/2019/PT.PLK, tanggal 23 Mei 2019, Jo. Nomor: 27/PDT/2020, tanggal 11 Februari 2020, Jo. Nomor: 990
PK/PDT/2021, tanggal 23 Desember 2021.
“Sudah jelas terlihat ada dugaan Mal Praktek dalam penerapan aturan hukum, yang berdampak Legalisasi Mafia Tanah,” ujar Richard, Minggu 03 Juli 2022.
Bila dilihat dari Legal Standing Penggugat, sudah jelas tidak singkron dengan bunyi Notulen Rapat pada hari Senin tanggal 6 Agustus 2018, yang di Mediatori oleh AIPTU SUTARTO, selaku Kasubnit 1 Reskrimum Sat Reskrim Polres Kotawaringin Timur, Polda Kalimantan Tengah.
Perihal : Sengketa Lahan antara PT. Karya Makmur Bahagia (KMB), dengan Saudara Samen dan kawan-kawan, telah mengeluarkan kesimpulan.
Bahwa PT. Karya Makmur Bahagia (KMB) akan mengajukan Gugatan Perdata. Faktanya, yang menggugat justeru PT. Tanah Tani Lestari ( TTL ), yang notabene tidak ada satupun
benang merahnya dalam Perkara Tersebut.
Ditambahkan lagi lanjut Richard, dari alat bukti yang dijadikan dasar gugatan oleh PT. TTL, adalah Ijin Usaha Perkebunan (IUP) Nomor:005/IUP/PT.TTL/Kec. Telaga Antang/Kec. Tualan Hulu Kab. Kotim/2013, tertanggal 31 Januari 2013, dengan Luas 6.771,38 Hektar.
Tertulis jelas kata Richard berada diwilayah hukum Pemerintahan Kecamatan Telaga Antang dan Kecamatan Tualan Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur.
Ironisnya Surat Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor: 59/HGU/KEMATR/BPN/2016, tertanggal 27 September 2016, dasar terbitnya Sertipikat Hak Guna Usaha (HGU).
Yang mana Menteri ATR/BPN RI menempatkan berada diwilayah Kecamatan Antang Kalang Kabupaten Kotawaringin Timur.
Richard William menuding, Majelis Hakim pada pengadilan tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Sampit, hingga Mahkamah Agung telah lalai, tidak jeli dan/atau telah melupakan aturan hukum untuk supaya tidak terjadi Azas Nebis In Idem.
Didasarkan uraian aturan Hukum sebagai berikut:
Merujuk pada ketentuan Pasal 1872 KUH Perdata yang menyatakan:
Jika suatu akta otentik, yang berupa apa saja, dipersangkakan palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan menurut ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata.
Jika perkara belum diputus pengadilan, jadi dalam hal surat yang diduga palsu ternyata diajukan sebagai alat bukti dalam suatu perkara perdata yang belum diputus oleh Pengadilan, maka Pasal 138 ayat (7) dan ayat (8) HIR mengatur:
Jika pemeriksaan tentang kebenaran surat yang dimasukkan itu menimbulkan sangkaan bahwa surat itu dipalsukan oleh orang yang masih hidup, maka pengadilan negeri mengirim segala surat itu kepada pegawai yang berkuasa untuk menuntut kejahatan itu.
Perkara yang dimajukan pada pengadilan negeri dan belum
diputus itu, dipertangguhkan dahulu, sampai perkara pidana itu diputuskan.
Menurut pasal ini, maka apabila pemeriksaan surat tersebut
menimbulkan sangkaan bahwa surat ini palsu, maka segala
surat-surat yang mengenai hal itu disampaikan kepada
jaksa, yang berwajib untuk menuntut kejahatan itu.
Oleh karena itu, jika bukti yang diajukan oleh salah satu
pihak dalam perkara perdata diduga palsu atau dipalsukan,
maka pihak yang merasa dirugikan dapat meminta
pengadilan negeri untuk mengirimkan surat yang diduga
palsu tersebut untuk dilakukan penuntutan secara pidana
Yang menurut Hukum acara perdata akan menangguhkan
proses pemeriksaan atas perkara perdata tersebut sampai
adanya putusan pengadilan pidana yang berkekuatan
hukum tetap. Jika perkara telah diputus pengadilan.
Namun demikian, apabila perkara perdata yang di dalamnya
diduga terdapat bukti palsu telah diputus dan bahkan
dimenangkan oleh hakim.
Maka anda dapat mengajukan laporan polisi atas dasar dugaan tindak pidana pemalsuan surat atau penggunaan surat palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat
yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau
pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai
bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai
atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolaholah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian
tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan
surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan
sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolaholah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Berdasarkan uraian di atas, maka bukti surat yang sudah dinyatakan palsu oleh putusan Pengadilan Pidana yang berkekuatan hukum tetap merupakan salah satu alasan hukum untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Sebagai upaya hukum luar biasa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi:
Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
a. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau
tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah
perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang
kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
Disinilah akar timbulnya dugaan adanya Legalisasi Mafia Tanah. Hanya karena ada kesalahan cara membuat format Administrasi pada Surat Keterangan Tanah (SKT) Adat/Negara milik masyarakat.
Tanpa melalui proses Hukum yang berlaku, terus dinyatakan batal dan/atau tidak berlaku. Padahal semua Hakim sudah tau aturan hukumnya.
Terkait penanganan Perkara Administrasi Produk Pemerintah, yang dalam hal ini Kades Tumbang Kalang.
Richard William menjelaskan, “Terkait kesalahan administrasi dari produknya pemerintah, seharusnya di PTUN-kan dan kalau terdapat ada unsur pidananya, ya harus dipidanakan,” tegas Richard.
“Disinilah hebatnya para mafia tanah memainkan peran. Kepala Desa tidak dijadikan turut tergugat, lantas produk Hukumnya dinyatakan batal dan/atau tidak berlaku,” paparnya.
“Ini jelas-jelas melanggar dari aturan Hukum itu sendiri, dan
tentunya kita tidak harus lagi memberikan materi kuliah umum tentang hukum. Kepada Para Hakim yang menangani perkara a quo,” tutup Richard.