Publik mempertanyakan apa sesungguhnya isi buku hitam yang selalu digenggam Ferdy Sambo, otak pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Kali ini Petualang Jurnalis mencoba menulis setelah menyimak beberapa obrolan para pakar yang tayang dibeberapa media telivisi dan selalu mengikuti tayangan kasus Sambo Cs.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J ini, kasusnya sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ada hal yang menarik perhatian publik, terkait Buku Hitam yang selalu dibawa Ferdy Sambo tersebut.
Beberapa pakar mencoba menguaknya dengan beberapa predeksi namun kebenarannya belum bisa dipastikan.
Nampaknya buku hitam itu tak hanya di pengadilan saja selalu dibawa, pada saat menjalani sidang kode etik di kepolisian buku hitam itu juga selalu dibawanya.
Bahkan saat pelimpahan Barang Bukti (BB) dan 11 orang tersangka di Kejaksaan Agung Republik Indonesia, buku hitam tersebut selalu digenggamnya.
Benarkah isinya hanya catatan harian Sang Jenderal mantan Kadiv Propam Polri atau berisi catatan kelam sejumlah koleganya di kepolisian?
Kompas sebelumnya pernah menulis Relasi Sambo di kepolisian melancarkan kasus pembunuhan, jumlah anggota polri yang terseret Skenario Sambo.
Ada diantaranya yang terjerat pasal pembunuhan berencana, ada juga yang tersangkut perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Pertanyaan nya, akankah Sambo mengambil alih tanggung jawab, atau malah Sambo akan membuka semuanya di meja persidangan?
Publik sangat menantikan isi buku hitam Sambo. Apakah buku hitam itu menyimpan data atau informasi sebagaimana buku lain dalam kasus pidana lain.
Perkembangan sidang obstruction of justice terhadap enam orang terdakwa sudah dilakukan dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Faktanya tidak semuanya kemudian untuk mengajukan nota keberatan atau Eksepsi tangkisan (plead) atau pembelaan terdakwa atau penasihat hukum yang tidak mengenai atau tidak ditujukan terhadap “materi pokok”.
Hanya 3 saja dari enam terdakwa yakni berinisial AR, BW dan berinisial CP.
Mereka yang mengajukan Eksepsi atau gugatan dakwaan karena dianggap isi dakwaan JPU terlalu terburu-buru.
Sedangkan untuk Kuasa Hukum dari tiga terdakwa lainnya termasuk terdakwa HK, kemudian ANP dan IW justeru mengapresiasi isi dari dakwaan JPU.
Dari hasil surat dakwaan yang dibacakan oleh JPU, kemudian diketahui secara detail apa peran dari ke enam terdakwa ini.
Dari yang memerintahkan menghapus CCTV atau mengambil dan mengamankan CCTV hingga mereka yang kemudian mengeksekusi bahwa saat itu Brigadir J masih hidup.
Ketika Skenario yang kemudian disampaikan Ferdy Sambo didengar oleh para anak buahnya. Tapi kemudian berujung pada sidang dakwaan.
Artinya ke enam terdakwa ini kemudian terlihat dalam perintangan penyidikan atau obstruction of justice dengan menghilangkan barang bukti.
Lalu ke enamnya kemudian didakwakan dengan pasal berlapis yaitu dengan dua pasal. Pertama pasal 49 junto pasal 33 ayat (1) Undang-Undang ITE dengan subsider pasal 48 ayat (1).
Kemudian dakwaan kedua yaitu pasal 23 KUHP junto pasal 55 dengan subsider pasal 221 ayat (1).
Kemudian yang menjadi menarik dari persidangan tersebut sempat tertunda persidangan sebentar. Lantaran terdakwa ke enam.
Terdakwa ke enam berinisial IW ini mengajukan penundaan pembacaan dakwaan, dengan alasan sedang mengajukan praperadilan atas penahanan terhadap dirinya.
Tapi lagi-lagi Hakim Majelis menolak permohonan tersebut dan tetap melanjutkan pembacaan sidang dakwaan. Artinya agenda persidangan masih tetap berlanjut.
Dan para terdakwa yang kemudian mengajukan nota keberatan ini telah diberikan waktu selama satu minggu. Sidang selanjutnya akan dilanjutkan pada pekan depan.
Untuk selanjutnya sidang lanjutan terhadap Ferdy Sambo dengan agenda mendengarkan jawaban dari JPU atas nota keberatan yang diajukan pengecara Sambo, demikian.
Penulis Opini: Misnato (Petualang Jurnalis)