Kilas balik untuk mengingat lupa, kurang lebih 4 tahun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK belenggu) kebebasan hak asasi manusia terhadap seseorang, dalam hal ini mantan Bupati Kotim berinisial SHD.
Petualang Jurnalis dalam hal ini mencoba beropini guna menyikapi beberapa berita maupun opini yang beredar dipublik, dimana kasus mega korupsi yang alamatkan kepada mantan orang nomor satu di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) saat ini jadi misteri.
Beberapa politisi dan tokoh masyarakat di Kalimantan Tengah umumnya terkhusus masyarakat Kotim beranggapan, mungkin sebagian orang sudah ada yang sudah lupa atau melupakan kejadian hampir 4 tahun silam.
Tepatnya 1 Pebruari 2019 peristiwa membuat heboh masyarakat Kotim dan Kalimatan Tengah serta masyarakat dibelahan bumi pertiwi adanya skandal mega korupsi mantan Bupati Kotim SHD bagaikan lenyap ditelan bumi, padahal di Kalteng tidak ada gempa bumi.
Kasus yang menjerat SHD diduga penyalahgunaan wewenang menurut hasil penyidikan KPK terhadap pemberian izin usaha pertambangan (iup) kepada PT.Fajar Mentaya Abadi, PT. Billy Indonesia, dan PT. Areis Iron Mining, yang merugikan Negara 5,8 triliun dan menerima suap dua unit mobil mewah 1 unit Land Cruser 1 unit Hammer H3, uang tunai Rp500.000.00,- dan US $ 711.000,-.
Kasus yang menyeret nama mantan Bupati Kotim tersebut hingga pada tanggal 1 Pebruari 2019 sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, yang sempat sebelumnya terjadi polimik tarik ulur dalam proses penetapan sebagai tersangka tersebut.
Petualang Jurnalis pada kesempatan ini mencoba mengutif komentar H. Supriadi MT. S. Sos salah seorang politisi senior di Kotim, terbit di media https://beenews.co.id pada 7 Januari 2021.
Dia adalah mantan Wakil Ketua DPRD Kotim dua periode ini, sangat menyayangkan sikap KPK dalam menjalankan proses hukum terhadap mantan Bupati Kotim SHD yang dinilai tidak ada kejelasan proses hukumnya hingga saat ini, kasusnya bagaikan ditelan bumi dan menjadi misteri ditengah publik.
Menurutnya, sebagai teman,sahabat dia sangat prihatin keadaan status hukum mantan Bupati kotim SHD sebagai tersangka sudah hampir 4 tahun menyandang status tersangka oleh KPK ini.
Sehingga hal ini membebani, membatasi ruang gerak yang bersangkutan, misalnya dalam hal ingin mencalonkan diri sebagai anggota DPR atau mencalon diri sebagai gubenur masih terikat status tersangka hal tersebut bisa menghambat yang bersangkutan.
Bahkan lanjut dia sepertinya yang bersangkutan (mantan Bupati Kotim SHD )menjalani sangsi sosial karena ruang gerak sebagai mahluk sosial terkekang, sama saja KPK membelenggu hak kebebasan seseorang.
Disisi lain dia mmenegaskan, kalau yang besangkutan memang tidak cukup bukti ya harus dibebaskan dari tersangka dan atau kasus hukumnya harus di SP3, dan kalau memang cukup bukti proses hukumnya harus ditegakkan secara law enforcement untuk dibuktikan di pengadilan sehingga mencegah publik tidak melakukan opini liar.
Untuk diketahui Mantan Bupati Kotim SHD ini kabarnya sudah dua kali diperiksa KPK dalam status sebagai tersangka di gedung merah putih tanggal 19 Desember 2019 dan senin 24 Agustus 2020 silam.
Namun setelah itu tak terdengar lagi berita tentang proses hukum selanjutnya sampai saat ini, dan masyarakat pun nampaknya tidak bisa berbuat banyak harus menanyakan hal ini kemana tentang proses kasus tersebut seperti misteri.
Saat itu SHD dijerat dan dibidik KPK atas perbuatannya dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 undang undang no.31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan undang undang no.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,Juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Menyikapi permasalahan ini petualang jurnalis menganggap kasus ini penuh kejanggalan, ada apa dibalik ini semua, pada prinsifnya kinerja KPK tidak professional dan sangat terburu-buru saat itu menetapkan SHD sebagai tersangka.
Dengan demikian kasus ini mengurangi kepercayaan publik terhadap kinerja Lembaga Anti Rusua ini kedepannya, apakah ini suatu keterlanjuran pihaknya menetapakan SHD sebagai tersangka atau bagaimana, hanya KPK dan TYME lah kiranya mengetahui hal ini semuanya, demikan.
Penulis : Misnato (Petualang Jurnalis).