Gegara serobot lahan warga, berinisial HS (43) di Kecamatan Dusun Tengah Kabupaten Barito Timur, PT Bartim Coalindo dilaporkanke Polres Barito Timur.
Informasi yang berhasil diperoleh media ini dikutif dar media borneonews.co.id, karena merasa lahannya diserobot oleh perusahaan pertambangan tersebut. HS tidak tinggal diam.
Dalam laporannya HS menyebutkan bahwa perusahaan PT Bartim Coalindo ini izin usaha pertambangan (IUP) nya mencakup Desa Muara Awang Kecamatan Dusun Tengah, Kab. Bartim itu melakukan kegiatan pertambangan diduga telah melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Dia menuding PT Bartim Coalindo membuat kamp dan jalan pada lahan miliknya yang berlokasi di Muara Sungai Pangon Desa Muara Awang.
“Adapun sejarah kepemilikan tanah kami adalah merupakan warisan dari almarhum Bapak kami yang bernama Syamsuni Darmansyah yang juga merupakan tokoh adat Desa Awang pada saat beliau hidup, “ tulis HS dalam laporannya.
“ Bapak kami memilki tanah tersebut sejak tahun 1973 dengan cara membuka hutan belantara kemudian bapak kami menanam tanam-tanaman keras berupa Durian, Cempedak, Jengkol, Nangka, Pinang dan lain-lain,” jelasnya, Jumat, 24 Maret 2023.
“Di tahun itu juga bapak kami telah mendirikan rumah di lahan tersebut, dan kami sekeluarga tinggal di sana dan saudara kandung saya yang paling tua lahir di rumah di lahan tersebut,” tuturnya.
“Sampai saat ini sebagian pohon tanaman bapak kami masih kokoh berdiri dan sebagian besar telah digusur oleh pihak perusahaan PT Bartim Coalindo,” imbuhnya.
Berdasarkan hasil pengukuran HS menggunakan perangkat Global Position System atau GPS, tanah miliknya hanya sebagian kecil yang masuk dalam areal IUP PT Bartim Coalindo dan sebagian besar masuk dalam areal IUP PT SPP.
“Jadi kalau secara kasat mata PT Bartim Coalindo telah bekerja di luar IUP yang mereka miliki,” jelas HS.
Saat dikonfirmasi, HS mengaku tidak peduli apakah PT Bartim Coalindo bekerja di dalam IUP atau di luar IUP yang dikantongi perusahaan atau tidak, dia hanya menuntut agar tanah miliknya kembali seperti semula dan PT Bartim Coalindo menghentikan aktivitas di lahan itu.
“Kami sebagai pemiliknya yang sah. Tanah kami tersebut memang tidak ada legalitasnya tapi berdasarkan fakta sejarah ayah saya telah memiliki tanah tersebut sejak tahun 1973,” katanya.
“Dengan cara membuka hutan alas belantara dan itu dikuatkan dengan fakta dan saksi-saksi beberapa tokoh masyarakat, mantan kades, mantan demang kepala adat dan tokoh adat serta tokoh masyarakat yang membenarkan bahwa bapak saya adalah pemilik sah atas tanah tersebut,” tegasnya.
Dia berharap agar laporannya ke Polres Barito Timur dapat diproses dengan cepat demi mendapatkan keadilan.
“Kami percaya atas komitmen Presiden dan Polri untuk memberantas mafia tanah. Kami berharap laporan kami ke Polres Barito Timur dapat diproses dengan cepat untuk mendapatkan keadilan,” ujar HS.
Hingga saat ini upaya wartawan untuk meminta tanggapan dari manajemen PT Bartim Coalindo belum membuahkan hasil. Pesan WhatsApp yang dikirim ke Agus sebagai pimpinan perusahaan tersebut tidak tidak dijawab, demikian.