Sekretaris Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) H Ardiansyah meminta kepada seluruh Apratur Sipil Negara (ASN) bertindak netral dalam pemilu 2024 mendatang.
Selain dari pada itu, Sekretaris Komisi I ini juga meminta kepada Lurah/Kepala Desa, dan stafnya serta Ketua Rt dan RW juga harus netral tidak memihak kepada salah satu kandidat yang ikut berlaga dalam pemilihan umum.
Terutama kepada salah satu kandidat Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota serta pemilihan legislative yang diselenggarakan secara serentak pada tahun 2024 mendatang.
Menurut Legislator ini, hal tersebut untuk menjamin terjaganya netralitas aparatur sipil negara (ASN), karena pemerintah sudah menerbitkan Surat Keputusan Bersama tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum tersebut.
Lanjut H Ardiansyah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas bersama dengan Menteri Dalam Negeri M. Tito Karnavian, Plt. Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto, serta Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja menandatangani SKB tersebut di Kantor Kementerian PANRB.
Sekretaris Komisi I DPRD Kotim menyebut, ASN memiliki asas netralitas yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 5/2014 tentang ASN. Dalam aturan tersebut termaktub bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN pun diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Dia menekankan, ketidaknetralan ASN tentunya akan sangat merugikan negara, pemerintah dan masyarakat.
“Karena apabila ASN tidak netral maka dampak yang paling terasa adalah ASN tersebut menjadi tidak profesional dan justru target-target pemerintah di tingkat lokal maupun di tingkat nasional tidak akan tercapai dengan baik,” ujar H Ardiansyah, Selasa 11 Juli 2023, kepada media ini.
Ia menambahkan, ASN perlu mencermati potensi gangguan netralitas yang bisa terjadi dalam setiap tahapan Pemilu dan Pemilukada. Potensi gangguan netralitas dapat terjadi sebelum pelaksanaan tahapan pilkada, tahap pendaftaran bakal calon kepala daerah, tahap penetapan calon kepala daerah, maupun pada tahap setelah penetapan kepala daerah yang terpilih.
Dijelaskannya, dengan adanya dengan komitmen bersama oleh Kementerian PANRB, Kemendagri, BKN, KASN, dan Bawaslu diharapkan akan terbangun sinergitas dan efektivitas dalam pembinaan dan pengawasan netralitas pegawai ASN.
Hadirnya SKB netralitas juga tentunya akan mempermudah ASN dalam memahami hal-hal yang tidak boleh dilakukan dan berpotensi melanggar kode etik ataupun disiplin pegawai.
“Mudah mudahan kegiatan ini nanti akan berdampak luas tidak hanya di pemerintah pusat, tetapi juga di pemerintah kabupaten, kota, provinsi di seluruh Indonesia,” tandasnya.
“Kita sudah tahu undang-undangnya ASN tidak boleh berpolitik praktis. Karena ASN adalah tenaga profesional yang menjadi motor pemerintahan,” terangnya.
Dia memahami bahwa situasi politik bisa saja memanas. Namun ASN harus tetap pada kedudukan profesional dan tidak memihak pada kontestan politik yang akan bertanding di Pemilu maupun Pemilukada. Meskipun sejatinya ASN memang memiliki hak pilih dalam setiap pesta demokrasi yang berlangsung.
“Di sini kita semua sepakat, biarlah siapapun yang bertanding baik tingkat pusat, daerah atau legislatif, proses itu untuk menentukan kader-kader pemimpin yang terbaik. Sebagai ASN yang mengawaki jalannya roda pemerintahan harus tetap pada posisi netral siapapun juga pemenangnya,” pungkas H Ardiansyah, demikian [Red].