Tajuk Rencana: Munculnya Medsos, Gejala Sangkakala Matinya Surat Kabar Cetak di Dunia

- Advertisement -
Sejak November 2016, dunia dilanda badai berkecamuk dengan munculnya berita palsu, bohong atau yang dikenal dengan istilah asing berita,“HOAX”. Setelah media sosial (medsos) bermunculan melalui jaringan internet.

Munculnya Medsos itu seperti munculnya facebook, twitter, youtube, Instagram dan tik-tok dan lain-lain, yang menyedot iklan-iklan surat kabar. Dengan demikian sumber utama keuangan surat kabar menjadi kering dan gersang. Sehingga surat kabar cetak tidak bisa lagi tumbuh dengan subur.

Beberapa tahun sudah berjalan tidak sedikit surat kabar cetak besar di dunia sudah dilanda gulung tikar, tidak menutup kemungkinan juga akan terjadi di Indonesia.  dengan munculnya medsos dan media online.

BACA JUGA   Warga Bernama Misjah Menemukan Bayi di Jalan Jenderal Sudirman Kilometer 36

Menyikapi badai tersebut para pakar jurnalistik banyak beralih ke media online karena mengkhawatirkan matinya jurnalistik bukan matinya surat kabar saja, lantaran bersamaan waktu hadirnya internet dan komunikasi elektronik secara instan lewat telepon genggam dan lainnya yang menjadi semakin subur tumbuhnya informasi media sosial (medsos), bisa di akses.

Dalam medsos tersebut banyak hal yang terdapat cara mengingkari atau mengabaikan prinsp-prinsip pemberitaan yang baik dan benar sebagaimana yang diharapkan.

Misalnya; Setiap wartawan pemula ia harus dilatih untuk membedakan fakta dan opini. Supaya bisa membedakan opini diri sendiri dari yang lain. Dan harus ada atribusi ini harus dari pemilik opini masing-masing atau dengan istilah sumber-sumber berita yang jelas.

BACA JUGA   Kapolres Dan Bupati Seruyan Tandatangani Naskah Kerjasama Pengendalian Karhutla

Selain itu juga bahwa fakta yang ada perlu diverifikasi, dicek kebenarannya bahkan cek dan ricek dengan sumber-sumber kompeten (saksi mata agar beritanya akurat, tidak timpang dan pincang.

Hal ini bukan saja “get the facts right”, tetapi juga ”get the right facts”, sebab kebohongan dapat dilontarkan dengan menyajikan fakta-fakta yang keliru.

Selain itu wartawan harus dilatih untuk melakukan penyaringan dengan menerapkan berbagai prinsip ketepatan, relevansi, kepentingan umum, dan dasar-dasar etika jurnalistik untuk menjaga kebenaran dan keadilan.

BACA JUGA   Nafsu Bejat Tak Terkendali, Anak Tiri Ditunggangi

Mari kita lihat, sekarang dengan meledaknya medsos, dimana sebagian besar  laporan-laporan tidak didasarkan atas saringan jurnalistik yang baik dan benar tercipta suatu suasana nyaris jurnalistik yang baik dan benar tersebut tergusur, tergeser, tergerus oleh jurnalis gadungan.

Bahkan sayang sekali banyak sekali wartawan ikut terpengaruh atau terbawa arus, sehingga lupa kepada prinsip-prinsip dan disiplin dasar jurnalistik. Semestinya wartawan juga harus membeberkan contoh-contoh  pertumbuhan jurnalistik di dunia termasuk seluk beluk pertumbuhannya dalam sejarah dengan baik dan benar.

Sajikan sejarah-sejarah, prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah jurnalistik dalam kurun waktu Panjang hingga sampai sekarang ini, dengan melihat berbagai gejala-gejala yang belakangan ini nyaris digilas oleh hingar-bingar munculnya berbagai berita bohong, palsu, dusta dan memutar balikan fakta.

BACA JUGA   Kebakaran Hebat Menghanguskan 3 Bangunan Pondok Pesantren Al-Falah Landasan Ulin Banjarbaru Kalsel

Pertanyaannya;

Apakah jurnalistik sekarang ini (kontenporer), sudah cukup mahir dan mampu mengelak, menangkis dan mampu menghalau bahaya dan ancaman yang menyerang begitu bertubi-tubi?

Dahsyatnya berdampaknya kepada public, yang kelihatannya Sebagian justeru asik melalap sensasi kebohongan dan kepalsuan dari wabah berita”hoax” itu.

Untuk itu diharapkan kepada senior atau pakar Jurnalistik yang masih bisa memberikan kiat-kiat tersebut guna mengimbangi dan menghalau serangan yang bertubi-tubi belakangan ini untuk membagi ilmunya.

Memang diakui, salah satu sebab mengapa berita bohong bisa merambat begitu cepat,menyebar di medsos tentu tidak lepas dari “selera” penggemar-penggemarnya yang suka dengan sensasi yang gurih, enak dibaca, namun sayangnya membungkus racun kebohongan.

BACA JUGA   Kapolri Instruksikan Jika Ada Penyeludupan Impor Pakaian Bekas Tindak Tegas

Pertanyaannya lagi;

Dapatkah wartawan sekarang membuat berita yang lebih gurih dan juga lebih bergizi?

Dan kalau bisa juga menjadi penawar racun kebohongan. Masyarakat itu memang sangat perlu di didik agar bisa menyadari bahwa yang bergizi belum tentu gurih. Dan sebaliknya yang gurih itu belum tentu bergizi.

Begitu juga dengan wartawan, sekarang ini harus mencari jurus-jurus jitu agar berita yang disajikan ke public harus bergizi secara gurih dan enak. Makanya salah satu tugas wartawan selain “to inform” dan “to explain” adalah juga “to dramatize (membuat orang takjub).

Akhir kata untuk itu prinsipnya sederhana, seadanya, semestinya, cukup menarik tak usah mengada-ada cukup seadanya. Supaya dapat diuji dengan akal sehat biar tidak gagal paham, beritannya bermakna, terpercaya, ikhlas, cerah ceria dan bisa membuka harapan semua orang.

BACA JUGA   Sertifikasi Profesi Wartawan, Anda Harus Tahu Siapa yang Berhak Melakukannya

Untuk mempelajari hal ikwal tersebut diatas Petualang Jurnalis menyarankan kepada seluruh pembaca tidak terkecuali untuk gemar membaca berbagai buku ilmu pengetahuan terkait permasalahan yang ada, direkomendasikan dapat membeli buku “Jurnalis Kontenporer”, demikian [Red].

Penulis; Misnato (Petualang Jurnalis)

Sumber referensi: https://www.google.co.id/books/edition/Jurnalisme_Kontemporer.

BACA JUGA   Kejati Kalteng Mampukah Menjerat Aktor Intelektual Tipikor Koni Kotim
- Advertisement -
Iklan
- Advertisement -
- Advertisement -
Related News