spot_img

Sekilas History Pengambilan Nama Bandara H Asan Sampit

- Advertisement -
Bandar Udara (Bandara) atau  airport di Kota Sampit bernama Bandara H ASAN SAMPIT, Pengambilan nama tersebut ditetapkan pemerintah guna mengenang dan menghargai nama tokoh pejuang kemerdekaan yang menghibahkan tanah miliknya untuk dijadikan lapangan terbang.

Petualang Jurnalis dari media ini mencoba menemui narasumber di kediamannya untuk mengetahui sekilas sejarah (history) penamaan Bandara H ASAN SAMPIT atau airport tersebut kepada Anak kandungnya bernama H UNI Bin H ASAN pada Rabu 23 Agustus 2023.

Disela-sela kesibukan menjaga warung yang berada didepan rumahnya yang menjual pakan hewan dengan senang hati dan ramah H UNI menerima kedatangan Petualang Jurnalias atau awak media ini.

[irp]

Bandara H ASAN SAMPIT
Bandara H ASAN SAMPIT

Setelah memperkenalkan diri dan mengatakan maksud dan tujuan kedatangan awak media kepada H UNI anak kandung Almarhum H ASAN ini, beliaupun juga memperkenalkan dirinya dan menceritakan sekilas terkait nama Bandara H ASAN SAMPIT dan sejarah orang tuanya H ASAN.

Ia memperlihatkan 2 lembar foto copy berupa Surat Keterangan Kematian orang tuanya H ASAN Bin H Muhammad Arsyad dan Surat Penghargaan dan Terimakasih yang diberikan Bupati Kepala Daerah Kotawaringin Timur, C.  MIHING yang bertindak atas nama Gubernur Kepala Daerah Kalimantan Tengah.

“Orang tua saya H ASAN Bin H Muhammad Arsyad, lahir di Sampit pada 10 Januari 1887 silam dan wafat dalam usia 82 tahun yakni pada hari Rabu 19 Juli 1969, pukul 19:20 WIB di Sampit, makam beliau ada dibelakang,” ujarnya.

[irp]

Petualang Jurnalis
Misnato (Petualang Jurnalis)

“Umur saya sekarang sudah 78 tahun, sama persis dengan umur Indonesia merdeka, tanggal 17 Agustus 1945 saya lahir,” katanya sambil tertawa.

Berarti bapak dapat penghargaan ni… dari pemerintah daerah kelakar awak media, tidak ada katanya sambil tertawa memecah keheningan di teras rumahnya yang saat itu hanya kami berdua.

Ia menjelaskan sambil memperlihatkan surat penghargaan tersebut kepada Petualang Jurnalis, Almarhum dengan iklas dan sukarela hak pakai sebidang tanah miliknya kepada pemerintah untuk dijadikan lapangan terbang pada tahun 1958.

[irp]

Lanjutnya, Pada tahun 1960 penghargaan ini diberikan pemerintah kepada orang tua saya,  tahun tersebut dahulunya berada di Kampung Baamang Hulu, Katjamatan Mentaja Tengah, Kewedanaan Sampit Barat, Daerah Kotawaringin Timur, untuk dijadikan lapangan terbang.

Sekarang letak tanah tersebut tepatnya berada di Kelurahan Baamang Hulu, Kecamatan Baamang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).

“Dulu namanya lapangan terbang Haji Asan, sekarang namanya sudah kreen BANDARA H ASAN SAMPIT,” terangnya sambil tersenyum petualang pun juga ikut tersenyum dan tertawan juga.

[irp]

“Waktu itu tanah yang diwakapkan orang tua saya sepanjang 1500 meter dan lebarnya 100 meter, namun waktu itu landasan pacu lapangan itu hanya dibuat sepanjang 600meter saja, karena pesawat yang turun naik hanya pesawat kecil saaja,” jelasnya.

“Penamaan Bandara H ASAN SAMPIT ini, jujur bukan dari kami memberikan Namanya namun itu dari pemerintah Kotim sendiri, mungkin untuk mengenang nama beliau,” terangnya lagi.

Menurut H UNI nama Bandara H ASAN SAMPIT cukup bagus diberikan, sebagaimana pepatah mengatakan,” Gajah mati meninggalkan gading, Harimau mati meninggalkan belang dan manusia mati meninggalkan nama, nama baik tentunya,” paparnya dengan senyum.

[irp]

“Penyerahan tanah tersebut dihibahkan secara iklas dan cuma-cuma tanpa ganti rugi atau imbalan, namun pemerintah saat itu pernah mengucapkan janji, jika ada keluarga atau generasi dari bapak H ASAN berminat bekerja di bandara itu akan diterima tanpa melalui seleksi atau test, itu saja,” ungkapnya.

Ketika ditanya Petualang apakah Almarhum H ASAN mendapat penghargaan sebagai petran pak Haji?

Ia menjawab, orang tua saya katanya lagi sewaktu hidupnya tidak mau dikatakan petran, namun ia jelaskan bahwa bapak saya itu waktu mudanya sempat juga jadi pejuang kemerdekaan ikut bergrilya berjuang di Kalimantan Selatan (Kalsel), setelah pulang ke Sampit beliau alih profesi.

[irp]

Setela tiba di Sampit lanjutnya waktu itu Indonesia belum merdeka masih dalam pengngusaan penjajah, beliau berprofesi sebagai petani dan sebagai paranormal bisa membantu masyarakat jika ada yang sakit untuk diobati.

Beliau juga pernah ditangkap belanda karena difitnah tempat para pejuang kemerdekaan berkumpul dan minta pendapat. Hanya satu minggu saja katanya bapak saya sudah dilepas dari tahanan,

Uniknya ketika bapak saya mau dipukul ditahanan, tangan orang yang mau memukul bapak itu terkakang sakit atau tidak bisa digerakan jadinya seperti patung, sehingga yang mau memukul itu minta ampun dan menjadikan orang tua saya sebagai orang tua angkat.

[irp]

Kepada kami anak-anaknya almarhum itu sangat tegas dan disiplin, jika ia ngomong A tidak ada satupun yang berani membantah dan selalu menuruti keinginannya.

Kesehariannya beliau bertani dan selalu membuka lahan baru jauh dari kampung, dan mendukuh dihutan, jika ada yang mau berobat dan pejuang mau koordinasi terpaksa datang ke ladangnya.

Rata-rata orang yang minta tolong atau berkoordinasi kepada beliau tidak diminta imbalan satu persenpun, namun orang-orang yang datang itu dengan iklas membantu beliau untuk membersihkan lahan dan menanamnya, baik menanam padi maupun menanam karet ataupun rotan dikebun beliau.

“Jadi beliau itu sebentar saja waktunya untuk membuat kebun dan sawah karena bantuan tersebut,” demikian pungkasnya.

Penulis: Misnato (Petualang Jurnalis)

[irp]

- Advertisement -
Iklan
- Advertisement -
- Advertisement -
Related News