SAMPIT – Gugatan perdata yang dilayangkan 2 tersangka kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) dana hibah Komite Olaharaga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dinilai keliru. Bahkan putusan hakim bisa diprediksi bakalan ditolak atau tidak diterima (NO).
Sebagaimana yang disampaikan Muhammad Gumarang selaku pemerhati hukum di Kalimantan Tengah (Kalteng) Selasa 18 Juni 2024.
Gumarang mengatakan bahwa gugatan perdata 2 tersangka kasus Tipikor dana hibah Kotim atas nama Ahyar Umar dan Bani Purwoko kepada pemerintah daerah Kotim dan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah dianggap tidak berdasar secara hukum.
“Saya memperkirakan putusan hakim untuk gugatan perdata yang dilayangkan dua tersangka kasus KONI itu akan berujung kepada tidak dapat diterima nantinya oleh pengadilan karena memang itu gugatan tidak berdasar secara hukum,” katanya.
Menurut, pria yang tengah menyelesaikan Pendidikan master hukum di Universitas Esa Unggul Jakarta dan akan meneruskan S3 di Universitas Jayabaya itu, jika dilihat dari aspek hukum maka gugatan itu tentunya salah kaprah.
“Kalau melihat dari komptensi absolutnya itu gugatan harusnya ke PTUN bukan Pengadilan Negeri,” ujar Gumarang.
Lanjutnya, saat ini pemahaman hukum yang harus dibangun itu harusnya tidak mengambil Langkah ke PN, namun cenderung ke PTUN sebab perkara perdata cenderung yang berkaitan terhadap perbuatan melawan hukum penguasa atau disebut onrechtmatige overheiddaad.
Atau perbuatan yang merugikan terhadap orang atau badan, jadi bukan perbuatan melawan hukum dalam arti onrechtmatige daad yang kewenangan mengadili adalah Pengadilan Negeri.
“Memang sebelum adanya UU pemerintahan dan Perma nomor 2 Tahun 2019 saat itu ada kekosongan hukum itu bisa diadili di PN, semenjak adanya ketentuan hukum baru itu maka berubahlah kompetensi absolutnya ke PTUN,” terang Gumarang.
Selain itu juga katanya legal standing dalam gugatan itu adalah uang negara bukan uang milik salah satu pihak yang melayangkan gugatan.
”Makanya saya berkeyakinan nanti putusan itu tidak dapat diterima dan ini salah alamat gugatan itu,mestinya mereka melayangkan gugatan praperadilan status tersangkanya,” jelasnya.
Gumarang melihat ada upaya untuk menahan proses pidana dengan berjalannya gugatan perdata. Namun hal itu tidak berlaku untuk perkara tindak pidana korupsi yang memiliki undang-undang sendiri (lex spesialis).
”Perkara pidana korupsi ini didahulukan dan itu adalah lex spesialis maka secara otomatis itu tidak bisa ditunda proses hukumnya sebab hukum menyatakan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di perkara itu didahulukan, sebagaimana pasal 25 undang undang no.31 tahun 1999 jo. Undang undang no.20 tahun 2001 tentang Tipikor,” pungkas Gumarang.
DIketahui, gugatan perdata yang dilayangkan kedua tersangka itu rencananya akan mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Sampit (20/6). Kuasa hukum kedua tersangka ini yakni kantor hukum Mahdi and Partner yang mana secara langsung mendaftarkan gugatan itu di pegadilan setempat pekan kemarin, demikian (to).