Aset stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Aceh, berhasil disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mendapatkan persetujuan penetapan penyitaan oleh majelis hakim.
Informasi yang berhasil diperoleh media ini bahwa, aset SPBU yang disita KPK tersebut diduga terkait kasus korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar Sabang.
Hal ini disampaiakan Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dikutip dari media Khalfani.co.id, Rabu (17/08/2022).
“Pada persidangan ini, Tim Jaksa KPK menemukan fakta adanya aset-aset lain yang diduga terkait perkara. Estimasi dari seluruh aset-aset tersebut senilai total Rp25 miliar dan sudah diajukan ke majelis hakim untuk dilakukan penyitaan,” jelasnya.
Ali mengatakan, Tim Jaksa KPK telah mendapatkan persetujuan penetapan penyitaan oleh majelis hakim.
Adapun beberapa aset yang disita, di antaranya satu bidang tanah seluas 263 meter persegi di Desa Gampoeng Pie, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh.
“Kemudian, peralatan/sarana prasarana SPBU berupa dua unit tangki pendam beserta bangunan penampung dan peralatan yang menyertainya dan enam unit sumur monitor,” ujarnya.
Peralatan/sarana prasarana stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) berupa dua unit kolom penyangga dan satu unit sumur monitor. Lalu, satu unit truk merek Hino.
KPK menegaskan efek jera terhadap para pelaku korupsi tidak hanya melalui pidana penjara saja, namun juga melalui asset recovery (pemulihan aset) sebagai optimalisasi pemasukan bagi kas negara.
“Dengan demikian pemberantasan korupsi secara nyata memberikan daya guna karena hasil ‘asset recovery’ tersebut nantinya menjadi salah satu penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebagai sumber pembiayaan pembangunan nasional,” pungkas Ali.
Sebelumnya, dua korporasi tersebut masing-masing dituntut bayar denda senilai Rp900 juta terkait dengan dakwaan korupsi Proyek Pembangunan Dermaga Bongkar Sabang.
Pada tahun anggaran 2006-2011 yang merugikan keuangan negara senilai Rp313,345 miliar.
Perkara dengan terdakwa dua tersebut saat ini masih pada tahap persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
JPU KPK juga menuntut hukuman pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara bagi dua korporasi itu.
PT Nindya Karya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,6 miliar, sedangkan PT Tuah Sejati dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp49,9 miliar.