Gegara mencabuli 18 anak, Pimpinan Panti Asuhan Al Akbar berinisial IS, di Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat berhasil diciduk Polisi.
Dia ditetapkan menjadi tersangka oleh Kepolisian Polres Ketapang. Disebut-sebut telah mencabuli kurang lebih 18 anak asuhnya.
Ia diringkus dan ditetapkan menjadi tersangka terkait kasus pencabulan, pada Senin 5 September 2022, dikutif dari media redaksisatu.id.
Aksi bejat IS dilakukan sejak tahun 2021, telah dibongkar oleh korban MF (13) yang merupakan anak asuhnya dan dilaporkan kepada Kepolisian setempat.
Menurut Kapolres Ketapang AKBP. Yani Permana, bahwa pelaku berinisial IS telah mencabuli beberapa orang anak asuhnya. dengan modus merayu korban supaya mau melayani nafsu pelaku.
“Dari hasil pengembangan didapatkan bahwa modus pelaku IS tersebut dengan doktrin Korban-korbannya untuk melakukan persetubuhan dengan doktrin dalil ada hadist ataupun doktrin tertentu yang disampaikan kepada korban,” ungkap Kapolres, saat Konferensi Pers di Mapolres Ketapang, Rabu 7 September 2022.
Kapolres menjelaskan, bahwa menurut pengakuan korban MF (13), pelaku telah melakukan perbuatan pencabulan terhadap dirinya.
Pelaku juga beberapa kali melakukan perbuatannya kepada beberapa anak asuh lainnya di lokasi Panti Asuhan tersebut.
“Selain didoktrin, korban juga diancam oleh pelaku, sehingga korban tidak berani melaporkan lantaran takut dan masih tinggal di Yayasan Panti Asuhan bersama pelaku,” katanya.
Sementara itu, pelaku IS pun mengaku khilaf dan menyampaikan permohonan maaf kepada para korban serta masyarakat. IS menyebut telah melakukan perbuatan sejak tahun 2021.
“Saya mohon maaf kepada semua pihak, karena telah mengikuti hawa nafsu saya,” ucapnya saat dikonfirmasi awak media dalam Konferensi Pers tersebut.
Sebagai informasi, saat ini pelaku IS beserta barang bukti telah diamankan di Mapolres Ketapang untuk kepentingan proses hukum lebih lanjut.
Dalam kasus ini, pihak Kepolisian juga menggandeng KPAID Ketapang untuk memberikan pendampingan kepada korban karena status di bawah umur.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya pelaku dijerat dengan Pasal 76 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman Pidana maksimal 15 tahun kurungan penjara.