Salah seorang Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya menyebut LGBT bertentangan dengan Hukum di Indonesia.
Dengan beredarnya penolakan dari berbagai latar belakang kalangan terhadap kehadiran komunitas LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) di Kalimantan Tengah (Kalteng).
Menuntun pakar Hukum Tata Negara Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (FH UPR) Hilyatul Asfia SH MH angkat bicara.
Ia menjelaskan kepada media ini bahwa,” LGBT Seyogianya bertentangan dengan Hukum Positif Indonesia,” katanya Rabu (28/09/2022).
Dosen yang berhasil meraih predikat terbaik dalam Latsar CPNS Angkatan XXV menuturkan LGBT merupakan perilaku penyimpangan sosial yang tidak sesuai dengan norma, moral, etika, agama, dan nilai yang dianut di tengah-tengah masyarakat.
Adapun pertentangan terhadap Penyimpangan ini juga diatur dalam Pasal 292 KUHP yang menyatakan larangan terhadap orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama jenis kelamin yang diketahuinya atau sepatutnya diduganya belum dewasa.
Adapun merujuk pada konsepsi hukum positif ini diatur dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Perkawinan pada Pasal 1 menyatakan hanya antara laki-laki dan perempuan, yang secara tidak langsung perkawinan sejenis bertentangan dengan hukum Indonesia.
Menurutnya, sebagai bangsa yang berlandaskan Pancasila, Dalam hal ini, seluruh kehidupan bangsa Indonesia harus didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila.
Perintah pertama, Ketuhanan yang Maha Esa harus dimaknasi sebagai karakter yang mendahului dan pijakan dari sila lainnya.
Pada tataran ini urainya, terlihat jelas bahwa ketentuan agama secara jelas tidak mengakomodir LGBT yang bertentangan dengan kodrat manusia.
Bilamana dikatakan bahwa LGBT merupakan bentuk pemenuhan sejatinya pengakomodiran HAM di Indonesia juga memiliki batasan batasan yang telah diatur dalam konstitusi.
Yaitu meliputi bentuk pengakomodiran HAM yang tidak bertentangan dengan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum.
Oleh karena itu tambahnya, aktualisasi nilai-nilai agama yang terpatri secara jelas dalam Sila Pertama mewujudkan pemenuhan nilai agama yang harus dipatuhi menjadi penjaga sendi-sendi konstitusi dalam mewujudkan kehidupan demokratis bangsa Indonesia.