Sekarang ini wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng) mengalami musim hujan dengan intensitas curah hujan cukup tinggi, sehingga debit air meningkat disetiap sungai-sungai yang ada di Kalteng.
Hal ini disampaikan Muhammad Gumarang, salah seorang Pengamat Kebijakan Publik Kalimantan Tengah kepada media ini, Selasa (14/09/2021).
Menurut Gumarang, dengan turunnya air dari hulunya membuat sungai tak mampu menampung dan terjadi luapan menggenangi bagian daerah yang rendah, belum lagi ditambah akibat pasangnya air laut.
Sifat air itu terutama akibat hujan diantaranya ada tiga hal, pertama kemampuan resapan air kedalam tanah, kedua kemampuan penguapan air keatas, ketiga kemampuan air mengalir kehilir menuju kelaut melalui sungai, dan yang paling besar persentase volumenya adalah kemampuan mengalir kelaut melalui sungai yang tersedia.
Banjir khususnya di Kalimantan Tengah merupakan hal yang sudah biasa, karena sifat iklim atau cuaca sejak jaman dulu sudah banjir, yang membedakan hanyalah skala besar kecilnya saja lagi sesuai keadaan alam atau cuaca.
Tahun ini merupakan banjir terbesar dibandingkan tahun lalu, terutama didaerah hulu yang terparah sampai mencapai ketinggian banjir 2 meter lebih yang mampu menenggelamkan rumah penduduk.
Lanjut Gumarang, Banjir adalah musibah alam yang tak mungkin bisa dihindari atau dicegah, kecuali yang paling tepat adalah, bagaimana mengelola banjir yang menjadi bagian dari managemen pemerintahan dan program pembangunan daerah, yang bersifat terencana untuk memperkecil resiko dampak banjir dan memudahkan untuk penanganannya.
Diantaranya, pertama melakukan pemetaan atau membuat, menentukan, menetapkan tata ruang melalui peraturan daerah (Perda) tentang Pembangunan Penataan Kawasan Banjir.
Kedua membangun penataan kawasan banjir melalui fungsi dinas kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR).
Dan senergisitas atau bekerja sama dengan melakukan penguatan (Rivitalisasi) terhadap peran dan fungsi Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan tetap memperlihatkan terhadap prinsif ekologi terhadap penataan kawasan banjir.
Serta meningkatkan kerja sama dengan Badan Meteologi Klimatalogi Dan Giofisika (BMKG).
Ketiga membuat hasil kajian atau study terhadap rencana pembangunan penataan kawasan banjir dan/atau kawasan masyarakat yang terkena banjir.
Ke empat melakukan kajian daerah hulu menjadikan air sebagai energi listrik altenatif dan irigasi pertanian bila memungkinkan terutama dari energi tenaga air yang cukup berpotensi untuk menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Karena banjir tidak bisa lagi dikatagorikan sebagai kejadian situsional, karena keadaan iklim yang berdampak buruk terhadap sosial ekonomi secara masif dengan kelangsungan kejadian secara terus menerus dalam setiap tahunnya.
Dijelaskan Gumarang, yang membedakan musibah banjir di Kalimantan Tengah hanya besar atau kecilnya saja dalam setiap tahun, untuk itu perlu Pembangunan Penataan Kawasan Banjir, misalnya rumah dibantaran sungai yang termasuk dalam peta kawasan banjir dengan kontruksi yang bisa menyesuaikan keadaan alam atau keadaan debit air atau ketinggian air sehingga rumah itu bisa terapung.
Kemudian hal ini jelas Gumarang, membutuhkan kajian dan para ahli kontruksi atau rancang bangun. Karena masyarakat Kalimantan Tengah khususnya masyarakat pedalaman dan pesisir, kehidupannya sangat tergantung dengan sungai, karena selain sungai sebagai sarana transpotasi,sungai juga merupakan salah satu sumber ekonomi, juga untuk keperluan air untuk mandi, mencuci dan lainnya.
Untuk mendukung rencana semua itu perlu dibuat peraturan daerah (Perda) dengan melibatkan masyarakat dan semua pemangku kepentingan (Stakholder) yang menyangkut penanganan pengelolaan banjir yang bersifat berkelanjutan (Sustainable).
Sehingga penanganan banjir di Kalimantan Tengah adalah bagian dari Renstra, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), dengan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Panjang Nasional (RPJMPN).
[*to-65]