Harga tiket naik Borobudur saat ini melambung, ini akan menimbulkan kesenjangan Wisatawan. Sebagaimana yang disampaikan Senator asal D.I. Yogyakarta Dr. H. Hilmy Muhammad.
Informasinya Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan mengumumkan akan mematok harga tiket baru untuk dapat naik Candi Borobudur.
Sementara untuk masuk ke kawasan Candi, mengikuti tarif yang sudah berlaku selama ini. Rencana itu akan diterapkan pada bulan Juli 2022.
Menanggapi rencana tersebut, Senator asal D.I. Yogyakarta Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. mengatakan bahwa tiket baru untuk naik ke Borobudur akan melahirkan kesenjangan wisatawan karena harus membayar dua kali, dan dinilai menjadi kebijakan yang tidak tepat.
“Untuk wisatawan domestik, tiket masuk Kawasan Candi 50 ribu, kalau mau naik Candi Borobudur harus beli tiket lagi, 750 ribu. Yang tidak mampu hanya bisa melihat dari bawah,” ujarnya.
“Sementara yang memiliki uang bisa dengan mudah naik. Ini jelas akan melahirkan kesenjangan wisatawan. Padahal, seluruh warga negara berhak untuk menikmati kekayaan sejarah dan budaya tersebut,” kata anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tersebut, di Jakarta, pada Ahad (05/06/2002).
Sementara itu, untuk wisatawan mancanegara harus merogoh kocek hampir 2 juta untuk bisa menikmati Borobudur. Tiket masuk 25 dollar, tiket naik 100 dollar, kira-kira setara dengan satu juta delapan ratusan.
Menurut pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut, harga yang direncanakan itu masih terlalu tinggi dan memberatkan, khususnya untuk wisatawan domestik.
“Bagi warga Yogyakarta misalnya, menikmati Borobudur akan menjadi cita-cita karena tiketnya saja separo dari UMR-nya. Jadi kita berharap Borobudur tidak dijadikan destinasi elit, hanya orang-orang memiliki uang yang bisa naik sampai ke puncaknya. Kebijakan ini perlu dikaji kembali,” kata Katib Syuriah PBNU tersebut.
Pertimbangan untuk mengkaji kembali, menurut Gus Hilmy, karena ada sisi edukasi dalam berwisata ke Borobudur. Yaitu masyarakat dapat belajar secara langsung pada objek sejarah dan budaya.
“Niat dan upayanya tentu baik, namun di antara orang yang datang ke Borobudur tujuan lainnya adalah ingin belajar dan mengenali secara langsung karya dari para pendahulu. Jadi kalau tiketnya terlalu tinggi, wisatawan akan banyak yang terhenti di bawah dan tidak bisa mencapai tujuannya,” ujar anggota MUI Pusat tersebut.
Gus Hilmy juga menyarankan agar tiket naik ke Borobudur dapat disamakan dengan destinasi kelas dunia lainnya. Sebagai gambaran, tiket masuk Tembok Raksasa di China bervariasi, mulai dari 25 yuan (Rp54.000) sampai 65 yuan (Rp140.861).
Menara Pisa di Italia tiketnya seharga 18 Euro (Rp278.482), tetapi gratis jika hanya memasuki kawasannya. Di Mesir, tiket masuk kompleks Piramida 80 EGP (Rp60.000) dan untuk masuk ke dalam Piramida Agung tiketnya seharga 200 EGP (Rp150.000).
Berbeda dengan Candi Angkor Wat di Kamboja, yang tiketnya mencapai 37 dollar (Rp534.000) untuk satu hari, 62 dollar (Rp894.877) untuk tiga hari, dan 72 dollar (Rp1,04 juta) untuk tujuh hari. Tiket tersebut diperuntukkan wisatawan mancanegara.
Harga tiket yang relatif lebih murah adalah ketika berkunjung Museum Nasional Mesir yang menyimpan jasad Fir’aun. Untuk turis asing hanya dikenakan 75 Gene/Pound Mesir (Rp58.000), untuk pelajar asing 30 Gene (Rp23.000), dan untuk warga Mesir sebesar 10 Gene (Rp8.000).
Selain harganya, ujar Gus Hilmy, pemesanan tiket di beberapa destinasi wisata dunia tersebut juga harus dilakukan secara daring untuk mengurangi lonjakan pengunjung. Hal ini juga bisa dicontoh penerapannya untuk Borobudur. Di Itali misalnya, pemesanan minimal harus dua minggu sebelumnya.
“Pemesanan tiket online seperti di destinasi dunia lainnya, saya kira lebih efektif. Pemesanannya dikasih pilihan, mau naik ke Candi atau nggak. Kalau nggak naik bisa kapan saja, kalau mau naik harus lihat kuota hariannya,” ujarnya.
“Jika di hari Sabtu sudah full, pemesan akan berganti hari. Seperti kita memesan tiket transportasi umum. Selain itu, alur pengunjung dibuat dengan baik agar tidak berjubel,” saran pria yang juga salah satu pengasuh Pondok Pesantren Krapyak tersebut.
Meski demikian, Gus Hilmy menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah terkait rencana pengadaan bus listrik sebagai shuttle bus kendaraan pariwisata. Rutenya akan melewati Borobudur – Malioboro – Prambanan.
“Shuttle bus kendaraan pariwisata itu bagus. Selain wisatawan lebih tertata, juga dapat mengurangi kemacetan karena busnya sudah disediakan,” kata Gus Hilmy.