Oleh: Misnato Petualang Jurnalis
Kabar baik bagi masyarakat miskin di Indonesia pada umumnya dan Kalimantan Tengah pada khususnya, kini ada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang baru dibentuk dengan nama LBH MATA NUSANTARA KALIMANTAN disingkat LBH-MNK.
LBH ini berkedudukan di Kota Sampit yang dikenal sebagai Kota Mentaya dengan julukan Kota Habaring Hurung, yang beralamat di Jalan Kihajar Dewantara Nomor 45, Kelurahan Baamang Tengah, Kecamatan Baamang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Indonesia.
Para pendiri dan pengurus LBH Mata Nusantara Kalimantan berinisiasi untuk mendirikan Lembaga Batuan hukum ini, guna menyikapi banyaknya masyarakat miskin dan pihak rentan yang berhadapan dengan hukum, namun tidak mampu untuk membayar Advokat atau pengecara.
Sehingga mereka selalu pasrah menerima sanksi hukum yang kurang berkeadilan, yang sebenarnya hukum dinegara kita kondisinya sangat baik, namun penerapannya banyak yang tajam kebawah dan tumpul keatas.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia sebagai negara berkembang akan terus berupaya mengatasi permasalahan kemiskinan ini. Meskipun demikian orang dengan kategori miskin sebagai berikut:
Berdasarkan data statistic saat ini angka kemiskinan di Indonesia mencapai 25,9 juta jiwa, bahkan Bank dunia mencatat 70% atau 198 juta jiwa.
Tidak hanya beban Ekonomi, Sosial maupun Pendidikan yang harus dihadapi kelompok golongan bawah ini, mereka juga lemah saat berhadapan dengan hukum.
Selain kelompok masyarakat miskin, ada juga kelompok masyarakat yang rentan berhadapan dengan hukum, seperti Buruh Migran, Lansia dan disabilitas serta anak-anak.
Meski mungkin tidak masuk dalam kategori miskin, masyarakat yang tidak bisa memenuhi hak dasarnya atas Pangan, Sandang, Kesehatan hingga Perumahan yang layak, juga menjadi kelompok yang lemah saat berhadapan dengan hukum.
Sebagaimana yang disampaikan Ketua Pengembangan Organisasi YLBHI, FEBI YONESTA,” Jumlah masyarakat yang butuh bantuan hukum itu sangat besar, sementara alokasi pemerintah untuk bantuan hukum itu sangat terbatas, ini kondisi yang sangat memprihatinkan bagi masyarakat terhadap bantuan hukum dan akses keadilan,” katanya.
Masalah hukum yang kerap menimpa mereka sangat beragam, seperti menjadi korban kejahatan, penyiksaan hingga kekerasan bahkan kehilangan tempat tinggal mereka.
Ironisnya, ketika berhadapan dengan hukum mereka tidak mampu membayar jasa Advokat atau pengecara, minim akses terhadap organisasi bantuan hukum dan tidak mengerti proses untuk mencari keadilan.
Pada tahun 2012 lalu, pemerintah sudah mengucurkan dana sebesar Rp41,14 miliar untuk membantu masyarakat yang tengah berhadapan dengan hukum. Dana tersebut disalurkan melalui organisasi bantuan hukum sebanyak 405 yang ada di 127 Kabupaten/kota di Indonesia.
Karena sebarannya cukup banyak dan permintaan begitu besar al hasil hanya 49.788 ribu orang yang bisa memanfaatkan-nya atau menerima bantuan hukum tersebut tidak sampai 50 ribu orang.
Dalam hal ini Ketua YLBHI, ASFINAWATI juga memberikan penjelasan bahwa, ”Kewajiban untuk memberikan bantuan hukum ada dalam konstitusi, karena kalau orang tidak mendapatkan bantuan hukum, maka sebetulnya akses dia kepada keadilan akan terhambat dan keadilan ada di dalam konstitusi kita,” ujarnya.
Karena itulah akses bantuan hukum perlu diperluas dan ditingkatkan, maka setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasarnya secara layak dan mandiri, berhak menerima bantuan hukum.
Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) M YUNUS AFFAN juga turut memberikan penjelasan bahwa,” Dipasal 19 Undang-Undang 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, yang mempersilahkan kepada daerah untuk dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan bantuan hukum. Itu tujuannya kenapa BPHN itu untuk memberikan pedoman penyusunan perda bantuan hukum,” jelasnya.
Adapun penerima bantuan hukmu ada tiga kategori antara lain orang miskin, tidak memenuhi hak dasar, dan kelompok rentan yakni anak-anak, penyandang disabilitas, perempuan serta penduduk lanjut usia (Lansia), tenaga kerja Indonesia.
Dari Perda bantuan hukum tersebut inilah daftar mereka yang berhak menerima, siapapun mereka baik sebagai seorang terdakwa, penggugat hingga seorang korban berhak mendapatkan bantuan hukum tersebut.
Ini masuk dalam ketegori bantuan hukum LITIGASI ada juga bantuan untuk NON LITIGASI, baiK LITIGASI maupun NON LITIGASI dana tersebut berasal dari alokasi khusus APBD. Tak cuman itu pemerintah juga bisa menerima hibah dari pihak ketiga.
Dana hibah dari pihak ketiga dipergunakan untuk peningkatan kapasitas pemberi bantuan hukum, memfasilitasi pembentukan pemberi bantuan hukum, hanya untuk daerah yang belum ada pemberi bantuan hukum, kemudian untuk bantuan operasional lain yang diatur dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Pengguna Bantuan Hukum LITIGASI antara lain; pendampingan menjalankan kuasa penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan persidangan.
Sedangkan pengguna bantuan hukum Non Litigasi antara lain; Penyuluhan hukum, konsultasi hukum, intestigasi perkara, penelitian hukum, mediasi, negosiasi dalam pemberdayaan masyarakat diluar pengadilan; dan/atau drafting dokumen hukum.
Seberapa besar anggaran yang harus di keluarkan, pemerintah daerah kabupaten/kota bisa mengacu pada jumlah kebutuhan bantuan hukum indeks biaya serta kondisi keuangan.
Bantuan hukum itu dirumuskan oleh kementerian Menkumham melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bersama Kemendagri dan juga telah berkonsultasi dengan beberapa pemerintah daerah serta organisasi bantuan hukum.
Lanjut ASFINAWATI menambahkan, “Harapan kami dengan adanya perda di berbagai daerah dia akan mendorong bantuan hukum ada di kecamatan bahkan di desa dan juga ada para legal yang berkualitas. Kalau bantuan hukum ini menyebar, tapi penanganannya tidak baik, itu sesungguhnya bukan bantuan hukum,” katanya.
“Karena penanganan kasus hukum ini tidak bisa setengah-setengah, tidak bisa kemudian mengatakan yang penting sudah ada pengecaranya itu tidak bisa,” tambahnya.
M YUNUS AFFAN juga menambahkan,“ Pengelolaan secara efektif, efisien transfaran dan akuntable, kemudian juga terkait dalam hal ini adalah peran BPHN adalah pengawasan sesuai dengan azas dan tujuan dalam Undang-Undang ini serta yang terakhir adalah terkait dengan ferivikasi dan akreditasi berdasarkan Undang-Undang ini terhadap para organisasi bantuan hukum yang ingin bergabung memberikan bantuan terhadap rakyat miskin, itu diantara lain peran BPHN,” tutupnya.
Bantuan-bantuan hukum hanyalah satu dari sekian upaya untuk mewujudkan adanya akses bantuan hukum yang adil dan meluas. Upaya perluasan bantuan hukum adalah Langkah strategis agar masyarakat terlindungi saat mencari keadilan.
FEBI YONESTA juga menambahkan, “Kalau pemerintah daerah lebih berperan aktif dalam membuat kebijakan bantuan hukum di daerahnya masing-masing, harapan masyarakat akan pemerataan akses bantuan hukum dan akses keadilan dapat mungkin terwujud, demikian pungkasnya.
Penulis: Misnato (Petualang Jurnalis)
Sumber: dikutif dan dilangsir dari BPHN dan YLBHI dari kanal youtube.