Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Republik Indonesia surati Kapolda Kalteng, terkait Dugaan Pungli dan Penyalahgunaan wewenang anggotanya.
Dalam kasus dugaan skenario rekayasa kasus penyalahgunaan narkoba dengan menumbalkan RUS sebagai tersangka.
Saat ini menjadi terpidana yang dilakukan oleh 11 Oknum anggota Ditresnarkoba Polda Kalteng tahun 2020 lalu akan ditelisik dan dipertanyakan kembali.
Hal ini terbukti setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Republik Indonesia menyurati Kapolda Kalimantan Tengah (Kalteng) baru-baru ini.
Berdasarkan keterangan H Triyono, keluarga terpidana berinisial RUS. Bahwa Surat dari Menkumham tersebut bernomor: HAM.2.HA.01.02.199, tanggal 6 September 2022, Sipatnya Segera, Perihal Koordinasi dan Klarifikasi.
“Surat itu juga ditembuskan kepada saya, ini buktinya,” ujar Triyono langsung memperlihatkan suratnya kepada media ini, Senin (10/10/2022).
“Selain saya, pihak lain juga diberikan tembusan seperti Dirjen Hak Asasi Manusia sebagai laporan, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri dan Kekanwil HAM Kalteng,” kata Triyono.
“Saya sangat mengapresiasi kinerja pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, nampaknya juga peduli dengan nasib keluarga saya yang ditumbalkan menjadi tersangka kasus penyalahgunaan narkoba yang direkayasa 11 oknum Ditresnarkoba Polda Kalteng tahun 2020 lalu,” terangnya.
“Akibat skenario dan rekayasa 11 oknum tersebut yang diamini pihak Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, keluarga saya menjadi korban untuk ditumbalkan dan sekarang sudah menjalani hukuman hampir 2 tahun dari 8,6 tahun atas putusan hakim diatas tuntutan JPU,” ungkapnya.
Lanjut Triono, sementara JPU hanya menuntut 7,6 tahun, terkait putusan itu korban skenario kasus ini sudah pasrah menjalani putusan wakil Tuhan di dunia ini, pihaknya tidak melakukan upaya banding.
Pihaknya hanya berdoa sampai berjumpa di pengadilan akhirat nanti biar dapat keadilan yang hakiki.
Namun tampaknya upaya keluarga Rus tidak tinggal diam dan tidak patah arang untuk selalu mendapat keadilan yang benar-benar adil dalam kasus ini, seperti kasus viral yang mengusik ketenangan publik akhir-akhir ini (kasus sambo).
Sekedar untuk mengingat lupa, biar publik tahu. Sebelumnya H Triyono keluarga Rus menganggap kasus yang menjerat RUS ini, sepertinya bagaikan panggung sandiwara para pihak yang diduga sarat dengan kepentingan dan bernuansa pungli.
Pihak menkumham mempertanyakan kembali sebagaimana urai kronologis kasus sebagai berikut;
Pada hari Jumat 4 Desember 2020 sekira jam 14.00 WIB, Oknum Ditresnarkoba Polda Kalteng telah melakukan penangkapan terhadap 4 orang yang diduga penyalahgunaan narkoba, jenis sabu.
Dengan barang bukti 3 paket sabu-sabu seberat 15,89 gram yang tertangkap tangan dari AMR, disebuah barak berwarna orange pintu nomor 8.
RT/RW 051/005, Kelurahan Mentawa Baru Hilir, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.
Tepatnya di Jalan DI. Panjaitan Selatan Gg Asa’sutaqwa yang ditempati pasangan suami istri (Pasutri) berinisial HBB dan DIA.
Keempat orang yang ditangkap tersebut yakni berinisial HBB, DIA dan AMR serta RUS. Penangkapan pada hari yang sama, namun Tempat Kejadian Perkara (TKP)nya berbeda.
HBB, DIA dan AMR ditangkap dikediaman Pasutri tersebut, sedangkan RUS ditangkap diluar pagar barak itu kurang lebih berjarak 50 meter didepan sebuah warung.
RUS saat ditangkap dan diamankan tidak ditemukan barang bukti, setelah ditangkap RUS langsung dibawa ke barak Nomor 8 dimana HBB, DIA dan AMR sedang diamankan polisi.
Selanjutnya oknum Ditresnarkoba Polda Kalteng melakukan tes urine terhadap 4 orang tersebut. HBB dan DIA positif sedangkan AMR dan RUS negatif.
Kemudian keempat orang tersebut dibawa ke Hotel Werra Sampit, untuk dimintai keterangan di introgasi dan di intimidasi, ditekan serta di takut-takutti, lalu terjadilah negosiasi yang berujung dengan transaksi dan jual beli pasal narkotika.
Ketika keempat orang tersebut dibawa ke Hotel Werra Sampit, didalam ruangan kamar hotel tersebut Briptu Rahmat Hidayat Nrp 92040116 sebagai penyidik pembantu memaksa RUS untuk mengakui barang tersebut milik RUS.
RUS pun membantah, mendengar bantahan RUS akhirnya Briptu Rahmat Hidayat dengan nada tinggi memarahi RUS dengan kata-kata yang tidak sopan. Sambil membentak menyebut RUS kurang ajar.
Kemudian datang lagi Aipda Sahabudin Nur SH, Nrp 80090746, jabatan penyidik pembantu juga menyuruh dan memaksa RUS untuk mengakui BB itu miliknya dengan cara arogan dan mengintimidasi. Namun RUS tetap tidak mau mengakui barang itu miliknya.
Lantaran RUS bersikeras tidak mau mengakui, akhirnya Briptu Rahmat Hidayat mengambil sikap tegas secara arogansi memerintah RUS untuk melepas maskernya.
Lalu Briptu Rahmat Hidayat menyerahkan BB 3 paket sabu-sabu seberat 15,89 gram untuk dipegang RUS, kemudian Briptu Rahmat Hidayat memoto RUS untuk dijadikan dokumen.
Karena ketakutan akhirnya RUS terpaksa menjadi tumbal menggantikan AMR menuruti kemauan penyidik yang arogan itu untuk mengakui BB itu milik RUS yang semula BB itu tertangkap tangan dari AMR.
Sementara itu pihak penyidik lain dengan orang tua AMR melakukan negosiasi penyelesaian kasus bahwa negosiasi awalnya oknum meminta Rp500 juta, kepada orang tua AMR.
Lalu orang tua AMR (Armiati) menawar Rp250 juta, tawaran itu tidak disetujui pihak penyidik Ditresnarkoba Polda Kalteng.
Setelah terjadi dil-dilan atau kesepakatan antara orang tua AMR dan DIA, untuk melepas dua orang dari jeratan hukum dengan tebusan Rp103 juta, Rp100 juta untuk membebaskan AMR dan Rp3 juta untuk membebaskan DIA.
Sebenarnya kasus ini sudah dilaporkan H Triyono keluarga RUS ke Ditpropam Mabes Polri pada tanggal 25 Februari 2021 sudah ditangani oleh pihak Polda Kalteng, Namun sampai saat ini kasus tersebut belum mendapatkan kepastian hukum yang jelas.
Merasa tidak puas akhirnya H Triyono keluarga RUS selaku warga negara Indonesia, merasa seharusnya memiliki perlindungan hukum untuk mendapatkan keadilan dari HAM yang dijunjung tinggi UU 1945.
Guna mendapat keadilan dengan harapan dikemudian hari apa yang dialami RUS seperti penahanan tanpa surat, penetapan tersangka dan penyitaan dilakukan sewenang-wenang tidak menjadi preseden buruk bagi penanganan tindak pidana di Indonesia.
Setelah sandiwara rekayasa kasus yang diduga kong kelingkong secara masib dan terstruktur antara pihak penyidik dan Hakim dengan mulus yang berdampak besar terhadap pihak korban.
Rupanya Triyono diam-diam melakukan langkah hukum dengan caranya sendiri dengan langkah melaporkan kasus ini secara tertulis.
Al hasil Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham) RI. tersentuh dan berupaya menanggapi laporan Triyono tersebut.
Dengan bukti Pihak Menkumham telah menyurati Kapolda Kalteng sebagaimana uraian tersebut diatas.
Dengan tembusan Dirjen HAM (Sebagai laporan), Kadiv Propam, Kakanwil HAM Kalteng dan yang terakhir ditembuskan juga kepada Triyono selaku keluarga korban rekayasa kasus ini.
Triyono merasa senang dan sangat mengapresiasi langkah yang dilakukan pihak Kementerian Hukum dan hak asasi manusia (Menkumham) Republik Indonesia tersebut.
H Triyono menyebut, hukum menjadi panglima dan keadilan adalah segala-galanya. konsep trias politika menempatkan yudikatif sebagai penjamin implementasi keadilan hukum bagi rakyat Indonesia tanpa pandang kasta.
“Konsekuensi logisnya yudikatif mesti berdiri independen dan tampil suci agar bisa adil dan bijak sana,” tegasnya.
“Kami berharap kepada Menkumham RI, bisa membongkar skenario rekayasa kasus ini kembali agar prilaku penegak hukum yang diduga keras melanggar kode etik dan norma-norma hukum direpublik ini bisa diberangus sebelum berjumpa di pengadilan akhirat kelak,” tukas Tri.