spot_img

Manusia Harus Muhasabah Ia Berawal dan Berakhir dari Ketiadaan

- Advertisement -
Islam mengenal istilah muhasabah dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Seperti apa makna dan aspek muhasabah dalam ajaran Islam?

Menurut buku Mukjizat Sabar Syukur Ikhlas yang ditulis oleh Badrul Munier Buchori, muhasabah berasal dari bahasa Arab, yakni berakar dari kata haasaba yuhaasibu.

Kata tersebut diambil dari hasiba, hasibtusy syai-a, ahsibuhu husbaanan, dan hisaaban yang mengandung makna jika engkau menghitungnya.

BACA JUGA   Pemprov Kalteng Gelar Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Tahun 1443 H/2021 M

Sebab itulah, muhasabah seringkali diartikan sebagai introspeksi diri atau evaluasi diri. Jadi, muhasabah adalah menghitung perjalanan hidup kita untuk mengetahui perbandingan antara amal baik dan keburukan yang telah kita lakukan.

Mengutif dari tulisan salah seorang tokoh dalam group WhatsApp. Ia menjelaskan bahwa manusia itu sesungguhnya berawal dari ketiadaan, kemudian terlahir dari keadaan yang lemah dan berakhir pada ketiadaan.

Sebagai bukti bahwa manusia itu adalah makhluk yang lemah, ketika terlahir sebagai bayi ia tidak bisa mandiri sebagaimana makhluk lain.

BACA JUGA   Kisah Sepotong Buah Apel, Kejujuran dan Sifat Wara

Saling kerjasama

Ketika kita dilahirkan, ia harus dilayani segala keperluannya bahkan sekedar untuk membersihkan kotorannya sendiri.

Hal ini berbeda dengan makhluk lain contohnya ayam, binatang ini ketika keluar dari cangkang telurnya bisa langsung berjalan, bahkan mencari makan sendiri.

Demikian halnya dengan binatang-binatang lainnya.

Manusia atau kita juga secara fisik tidak memiliki alat pertahanan khusus, tetapi binatang memilikinya. Harimau dengan taringnya, burung dan ayam dengan cakar dan paruhnya dan seterusnya.

BACA JUGA   Rencana Pembangunan Masjid Jami Al Azhar Akhirnya Terwujud

Ketidakberdayaan kita sebenarnya menunjukan bukti bahwa kita sangat bergantung dengan orang lain. Kita memerlukan bimbingan, arahan dan motivasi dari orang lain.

Itulah sebabnya ketergantungan manusia itu bukan hanya ketika bayi saja, tetapi sampai akhir hayat tetap akan memerlukan yang lain.

Ketika ia sudah dewasa pun akan selalu memerlukan pertolongan orang lain. Itu sebabnya kita harus sadar bahwa dirinya memang sangat lemah dan lemah.

BACA JUGA   Yayasan Al Qurra Muara Teweh Pencetak Penghafal Al Quran

Keadaan manusia seperti ini sudah dijelaskan oleh Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya,

اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةً ۗ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْقَدِيْرُ

“Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan kamu setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan kamu setelah kuat itu lemah kembali dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa.”

(QS. Ar-Rum: 54)

BACA JUGA   Viral! Kelahi, Memalak dan Pecah Kaca Kubah Keramat Kelampayan, Pria ini Keluar Ususnya

Saudaraku,
Kita memang merupakan makhluk makhluk-Nya yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan dibandingkan makhluk-makhluk-Nya yang lain.

Namun sejatinya kita diciptakan oleh Allah Azza wa Jalla dalam kondisi yang sangat lemah.

Kelemahan kita sebenarnya bukan hanya dalam hal fisik, tetapi juga mental. Kita diciptakan oleh Allah dalam kondisi yang sangat labil.

BACA JUGA   Presiden Joko Widodo Bersama Ibu Negara Salat Idul Fitri di Halaman Gedung Istana Kepresidenan Bogor

Kita selalu menghadapi kondisi-kondisi kritis yang sering menjerumuskan dalam perbuatan khilaf dan dosa.Kita ditakdirkan dalam kondisi keluh kesah.

Kita ditakdirkan sebagai makhluk khoto wanisyian, (tempat salah dan lupa). Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini.

Akal adalah kelebihan yang dikaruniai Allah Azza wa Jalla pada kita untuk mengatasi kelemahannya.

BACA JUGA   Berkah Ramadhan, Abdul Rasyid Foundation Berbagi. 3 Ton Beras Zakat Dibagikan Klinik Bisnis

Meskipun secara fisik lemah, tetapi dengan akalnya kita dapat menjadi makhluk yang paling kuat. Sekuat-kuatnya seekor gajah seumpanya, tidak akan pernah mampu mengalahkan kekuatan kita.

Dengan akal ini manusia diharapkan dapat membaca arti kehidupan, dari mana ia diciptakan, untuk apa ia diciptakan dan mau kemana ia diciptakan.

Kita telah diciptakan oleh Allah Azza wa Jalla di dunia ini adalah hanya untuk mengabdi kepada-Nya saja karena suatu saat kita pasti akan kembali hanya kepada-Nya juga. Allah Azza wa Jalla berfirman;

BACA JUGA   Buya Yahya: Hari Raya Idul Fitri 1443 H, Momen Untuk Berdamai dengan Cinta

قُلْ اِنَّ صَلَا تِيْ وَنُسُكِيْ وَ مَحْيَايَ وَمَمَا تِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ۙ

“Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.”

(QS. Al-An’am: 162)

Sebagai makhluk yang telah diberikan kelebihan dibanding makhluk lain dalam hal akal, maka manusia harus bertanggung jawab atas segala perbuatannya di dunia.

Manusia harus menggunakan akal untuk memilih jalan kebaikan. Dengan akal inilah kita yang hina dan dina menjadi makhluk yang paling sempurna.

BACA JUGA   Masjid Jami Abdurahim, Masjid Tertua Di Muara Teweh Kabupaten Barito Utara

Kita yang lemah menjadi makhluk yang paling kuat di muka bumi ini. Kita harus mampu sebagai manusia untuk memaksimalkan akal kita agar supaya dalam kehidupan berikutnya kita tidak termasuk orang yang merugi.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa,

“Orang yang sempurna/kuat akalnya ialah yang mengoreksi dirinya dan bersedia beramal sebagai bekal setelah mati. Dan orang yang rendah/lemah adalah yang selalu menurutkan hawa nafsunya. Di samping itu, ia mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah.”

(HR. Tirmidzi)

BACA JUGA   Ketua Fraksi PKB DPRD Kotim Muhammad Abadi Minta Kementrian Agama Melimpahkan Ke Pemda Bisa Tidaknya Melakukan Sholat di Rumah Ibadah

Saudaraku,
Kodrat kita sebagai tempat salah dan lupa menjadikan manusia memiliki kewajiban saling mengingatkan antara satu dengan yang lainnya.

Kewajiban untuk senantiasa ber amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) ini karena jangan sampai terjadi justifikasi kebenaran mutlak atas pendapat seseorang.

Setiap orang setinggi apapun ilmunya tetap akan pernah mengalami kekhilafan dan kealpaan. Itu sebabnya kita saling mengingatkan adalah menjadi kewajiban dari masing-masing individu dalam Islam.

BACA JUGA   Berkah Ramadhan, Abdul Rasyid Foundation Berbagi. 3 Ton Beras Zakat Dibagikan Klinik Bisnis

Kesadaran kita akan kelemahan, membawa konsekuensi keterbukaan kita terhadap kritik dan saran dari orang lain.

Itu sebabnya sebagai manusia, kita tidak boleh berfikir kolot, kaku dan terlalu memaksakan kehendak meskipun itu sebuah kebaikan.

Karena pada dasarnya setiap manusia akan memiliki batas dan standar yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Kita tidak boleh menjustifikasi sebagai manusia paling suci atau paling benar, karena kebenaran hanya milik Allah Azza wa Jalla semata.

BACA JUGA   Masjid Jami Abdurahim, Masjid Tertua Di Muara Teweh Kabupaten Barito Utara

Justru yang terbaik bagi kita menurut Islam adalah memberi penerangan, mengajak kepada kebaikan dan memotivasi orang lain untuk kembali ke jalan yang benar.

Karena bagaimanapun keadaan kita, sepandai apapun, sekaya apapun dan sekuasa apapun pada akhirnya akan kembali pada ketiadaan…

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa ber amar ma’ruf nahi munkar untuk meraih ridha-Nya.
Aamiin Ya Rabb.

Wallahua’lam bishawab

BACA JUGA   Buya Yahya: Hari Raya Idul Fitri 1443 H, Momen Untuk Berdamai dengan Cinta
- Advertisement -
Iklan
- Advertisement -
- Advertisement -
Related News