Panitia Khusus (Pansus) DPD RI baru-baru ini membahas progres Perubahan UU Cipta Kerja dengan Kemenkumham RI di Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Informasi yang berhasil diperoleh media ini bahwa Pansus Cipta Kerja DPD RI menggelar rapat kerja dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk menggali sejauh mana UU Cipta Kerja dilaksanakan.
Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait dengan Judicial Review terhadap Undang-Undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) pada Tanggal 25 November 2021 yang lalu.
Ketua Pansus Ciptaker Alirman Sori saat membuka rapat kerja, di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta menyampaikan hal ini.
“DPD RI sebagai lembaga legislatif tentunya memiliki kewajiban untuk dapat melihat dan mendengar sampai sejauh mana UU Cipta Kerja tersebut dilaksanakan terutama pasca diucapkannya putusan MK tersebut,” ucapnya, Selasa (31/5/2022).
Berdasarkan persoalan-persoalan tersebut, guna menginventarisir dinamika yang berkembang saat ini, DPD melalui Panitia Khusus Cipta Kerja mencoba untuk memperdalam dampak yang ditimbulkan dari putusan dimaksud.
Utamanya yang berkaitan dengan Angka 3, Angka 4, dan Angka 7 dalam amar putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020
“Selain itu Pansus DPD RI ingin mengetahui langkah-langkah serta tindak lanjut yang dilakukan Pemerintah terkait Putusan MK dan perubahan terhadap UU Cipta Kerja, yang memerintahkan dilakukannya perubahan UU Cipta Kerja paling lambat dua tahun,” lanjut Senator Sumatera Barat tersebut.
Melalui rapat kerja ini, Pansus Cipta Kerja DPD RI juga ingin memperdalam inventarisasi materi mengenai langkah apa yang diambil pemerintah.
Terkait dengan telah disahkannya pengaturan mengenai format serta teknis penyusunan undang-undang yang menggunakan metode omnibus law sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pada kesempatan ini, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan dampak putusan MK yang harus dipahami bahwa, dua tahun sebagai masa tenggang.
Yang pertama digunakan sebagai masa berlakunya UU tersebut lalu pemerintah dapat menyempurnakan substansi UU tersebut dan dalam dua tahun membentuk dan menyempurnakan UU Cipta Kerja yang diafirmasi bermasalah oleh MK.
“Menurut saya yang menjadi isu strategis bagi DPD RI terkait perubahan UU Ciptaker ini, memastikan agar substansi terkait daerah bisa dikoordinasikan dengan DPD RI dahulu,” ungkapnya.
“Saran saya ada baiknya 34 provinsi ke DPD RI karena terkait representasi daerah, kedua memastikan substansi tidak bertentangan dengan perda, ketiga DPD RI bisa memberikan masukan terkait UU ini, dan memastikan perda sejalan dengan UU Ciptaker,” saran Wamenkumham.
Anggota Pansus Cipta Kerja Lukky Semen menambahkan bahwa Pansus Cipta Kerja DPD RI melihat bahwa belum semua aturan turunan terkait UU tersebut ada, dan dilaksanakan sepenuhnya.
Usai Putusan MK terkait UU Cipta Kerja, pemerintah saat ini meminta pandangan publik dan kami berharap hasil kerja pansus ini bisa dipersepsikan sama dengan pemerintah dan nantinya dapat diakomodir sepenuhnya oleh pemerintah.
“Kami menekankan kepentingan daerah bisa diakomodir, pemerintah daerah menyampaikan keluhan terkait banyaknya kewenangan yang ditarik ke pusat, semoga hasil pansus bisa dimanfaatkan dengan baik nantinya,” tukas Senator Sulawesi Tengah itu. (mas)