Penanganan Covid-19 Perlu Kebijakan yang Populis dan Konstruktif

- Advertisement -
Penanganan Covid-19 Perlu kiranya kebijakan yang Populis Dan Konstruktif khususnya bagi ekonomi masyarakat, sebagaimana yang disampaikan Muhammad Gumarang tokoh masyarakat dan Pengamat Sosial Politik.

Akhir-akhir ini  begitu kerasnya perjuangan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani bencana wabah Covid-19 yang berdampak luas terhadap segala aspek kehidupan masyarakat.

Baik ekonomi, sosial, pendidikan, peribadatan keagamaan dan aspek lainnya sangatlah dirasakan oleh masyarakat terutama masyarakat  kecil menengah sejak Maret 2019 sampai sekarang Covid-19 tak juga lenyap dimuka bumi khususnya di indonesia.

BACA JUGA :   Panglima Tni , Kapolri Dan Menkes Meninjau Langsung Penanganan Covid-19 di Bangkalan

Bahkan para ahli epidemiologi mengatakan tidak tahu kapan wabah Covid-19 ini akan berakhir dan atau tidak dapat diprediksi oleh para ahli epidemiologi.

Pemerintah menerapkan berbagai kebijakan mulai dari menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) yang dikenal dengan 3 M, yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sampai dengan kebijakan PSBB kemudian PPKM Darurat.

Bahkan vaksin gratis dan vaksin mandiri yang berkaitan terhadap kesehatan, namun tak juga mengurangi angka penularan bahkan di Indonesia terjadi lonjakan positif Covid-19 hingga menembus angka 34 ribu lebih dalam satu hari terkonfimasi positif dalam bulan Juli 2021 ini.

BACA JUGA :   Polda Kalteng Siapkan Kendaraan Taktis Penanganan Karhutla

Bahkan pemerintah untuk  mengantisipasi dampak krisis kesehatan tersebut terasa berdampak berat terhadap aspek ekonomi, sehingga pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan ekonomi dan keuangan.

Untuk melakukan pemulihan ekonomi masyarakat yang nilainya ribuan trilyun rupiah dalam satu tahun anggaran APBN,  namun juga nampak belum menyelesaikan masalah, bahkan krisis kesehatan dan ekonomi mengancam terhadap krisis aspek kehidupan lainnya.

Kalau pemerintah gagal atau tidak berhasil melaksanakan kebijakan PPKM Darurat bahkan sampai dengan perpanjangan waktu, dalam kondisi situasi yang tidak menentu dan tidak bisa diprediksinya pandemi Covid-19 kapan berakhir atau menghilang.

BACA JUGA :   Instruksi Kapolri,  Untuk Percepat Penanganan Daerah Bencana dan Tingkatan Pelayanan

Sehingga membuat pemerintah dilematis dalam menyikapinya, karena kebijakan ekonomi dan kebijakan kesehatan nampaknya tak mampu mengimbangi badai wabah Covid-19.

Ditambah lagi gejolak politik dalam negeri yang semakin memanas, nampak munculnya sikap masyarakat yang menentang atau apriori terhadap kebijakan pemerintah atau adanya ketidakpercayaan terhadap pemerintah.

Sehingga dalam hal ini pemerintah harus ada konsep kebijakan baru yang lebih populis dan konstruktif bagi perkembangan sosial ekonomi masyarakat dan membangun kepercayaan masyarakat.

BACA JUGA :   Satresnarkoba Polres Kapuas Tangkap Wanita Penjual Sabu

Pemerintah Indonesia juga kebijakannya tidak harus linear dengan WHO ataupun tidak harus selalu menyamakan dengan kebijakan negara lainnya.

Apa lagi saat ini negara Indonesia sudah  masuk kategori negara yang berpenghasilan menengah kebawah.

Menurut data Bank Dunia, dulunya Indonesia termasuk negara yang berpenghasilan tergolong menengah keatas, tapi sekarang turun kelas menjadi negara berpenghasilan menengah kebawah, yaitu dengan GNI perkapita dibawah US $ 4.000, ini sangat mengkhawatirkan nantinya.

“Saya memiliki pemikiran lebih baik aktivitas ekonomi dan sosial dibebaskan saja, namun vaksin dan protokol kesehatan tetap diharuskan dengan pengawasan yang ketat,“ ujar Gumarang.

“Kemudian untuk mendukung semua itu pemerintah menggratiskan semua pelayanan kesehatan khusus terkait Covid-19, dengan melibatkan semua pihak untuk membangun pos-pos pelayanan kesehatan Covid-19 gratis,” katanya.

“Seperti di puskemas, apotik, posyandu, sekolah, kantor pemerintah atau swasta, pelayanan keliling, isolasi mandiri gratis berupa obat, vitamin, suplemen dan lainnya,” harapnya.

Kemudian lanjut Gumarang, pelayanan gratis untuk melakukan tes swab antigen maupun pelayanan kesehatan lainnya, masyarakat bila ada yang merasa tidak sehat atau mengalami gejala yang mengarah terkena Covid-19 dapat mengaksesnya.

Kecuali pasien yang gawat atau parah baru mendapat perawatan di rumah sakit, yang semua itu dibiayai oleh negara dan sebagai pemeran aktor utama  dalam pelaksanaan ini adalah Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan serta Satgas Covid-19.

Semua yang menyangkut Bansos baik bentuk sembako maupun uang tunai atau dana stimulus untuk masyarakat terkena dampak Covid-19, konsekwensinya ditiadakan atau dihapus oleh pemerintah.

Sehingga pemerintah lebih terkonsentrasi atau terarah kepada pemulihan ekonomi dan kesehatan yang lebih ideal, meniadakan atau mengurangi keterlibatan fungsi yang lain seperti Kementerian Sosial yang terlalu banyak menelan biaya atau anggaran namun tidak efektif, tidak perlu dominan ikut dalam penanganan dampak Covid-19 tersebut.

“Cukup yang paling berperan adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan dan Satgas Covid-19, serta lembaga atau institusi yang lain yang sifatnya membantu, jadi pemerintah tidak terlalu dibebani anggaran yang memberatkan dan tidak seharusnya.” Pungkasnya.

[Misnato]

- Advertisement -
Iklan
- Advertisement -
- Advertisement -
Related News