Perda (Peraturan Daerah) untuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kotim harus dipertegas dan diperjelas.
Sebagaimana yang disampaikan Anggota Komisi I DPRD Kotawaringin Timur (Kotim) SP Lumban Gaol mengatakan pemerintah daerah harus mempertegas dan memperjelas poin-poin dalam peraturan daerah tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Terutama kata dia mengenai izin kepada peladang tradisional untuk bisa membuka lahan dengan sistem bakar. Hal ini menyusul adanya perda yang mengizinkan untuk membuka lahan dengan sistem bakar tersebut.
BACA JUGA : DPRD Kotim Minta Perhatian Pemerintah Kepada Warga yang Isolasi Mandiri
Menuru Gaol, itu sesuai dengan apa yang sudah diatur di dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pengendalian Kebakaran Lahan.
”Perda ini jangan sampai ibarat pisau bermata dua, bisa memberikan kenyamanan bagi peladang juga bisa menjeratnya, karena saat ini saya lihat kurang di sosialisasikan kepada masyarakat,” katanya Senin, 26 Juli 2021.
Seperti apa klasifikasi dan aturan mainnya jika ingin membuka lahan dengan sistem bakar tadi, sehingga apa yang jadi syaratnya bisa diketahui oleh masyarakat.
Seperti berapa besaran dan luasan lahan harus disampaikan dan disosialisasikan. Selama ini kendala masyarakat tidak bisa bercocok tanam, sementara kondisi ditengah pandemi ini ekonomi terus memburuk.
BACA JUGA : Raperda Protkes Harus Memuat Kewajiban Pemerintah
Tentu dengan kembalinya para peladang tradisional ini, akan menjadi secercah harapan bertahan ditengah terpaan wabah Covid-19 tersebut.
“Apalagi kalau sifatnya hanya membuat arang seperti yang dilakukan warga Desa Samuda itu, diperbolehkan saja asal yang bersangkutan bertanggungjawab menjaga lahan tersebut agar tidak penyebar, saya kira itu tidak masalah,” kata Gaol.
Legislator Partai Demokrat Kotim ini juga berharap, kepada petugas pengawas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) agar bisa melihat dengan seksama apa yang terjadi di lapangan sehingga tidak asal memberikan sanksi yang memberatkan masyarakat.
(Misnato)