Opini :
Pro dan Kontra di publik akhir-akhir ini sangat membingungkan terkait adanya semacam tudingan bahwa ada oknum Medis dan rumah sakit (RS) mengcovidkan pasien.
Untuk mengawali opini ini penulis telah mengutif dan mencatat Covid-19 masuk Indonesia itu kapan dan siapa yang pertama kali pembawa virus berbahaya tersebut serta pro dan kontra publik, dari banyak sumber baik dari media social (Medsos) Elektronik dll, simak tulisan saya berikut ini.
Pandemi COVID-19 di Indonesia merupakan bagian dari pandemi penyakit koronavirus 2019 (COVID-19) yang sedang berlangsung diseluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2).
BACA JUGA : Pledoi Mawar Tak 1 Pun Dikabulkan, Vonis Hakim Lebih Tinggi dari Tuntutan Jaksa
Kasus positif COVID-19 di Indonesia pertama kali dideteksi pada tanggal 2 Maret 2020, ketika itu dua orang terkonfirmasi tertular dari seorang warga negara Jepang.
Pada tanggal 9 April, pandemi sudah menyebar ke 34 provinsi di Indonesia antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah, sebagai provinsi paling terpapar SARS-CoV-2 di Indonesia.
Bahkan Sampai tanggal 7 Juli 2021, Indonesia telah melaporkan 2.379.397 kasus positif menempati peringkat pertama terbanyak di Asia Tenggara. Dalam hal angka kematian, Indonesia menempati peringkat ketiga terbanyak di Asia dengan 62.908 kematian saat ini.
BACA JUGA : Pledoi Mawar Tak 1 Pun Dikabulkan, Vonis Hakim Lebih Tinggi dari Tuntutan Jaksa
Namun, angka kematian diperkirakan jauh lebih tinggi dari data yang dilaporkan lantaran tidak dihitungnya kasus kematian dengan gejala COVID-19 akut yang belum dikonfirmasi atau dites.
Sementara itu, diumumkan 1.973.388 orang telah sembuh, menyisakan 343.101 kasus yang sedang dirawat. Pemerintah Indonesia saat itu telah menguji 14.095.904 orang dari total 269 juta penduduk, yang berarti hanya sekitar 52.284 orang per satu juta penduduk.
Sebagai tanggapan terhadap pandemi, beberapa wilayah di Indonesia telah memberlakukan pembatasan social berskala besar (PSBB) pada tahun 2020. Kebijakan itu saat ini diganti dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada tahun 2021.
BACA JUGA : Pesan Kapolri ke-700 Capaja Sinergitas TNI-Polri Harga Mati Wujudkan Indonesia Maju
Pada 13 Januari 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima vaksin COVID-19 di Istana Negara, sekaligus menandai mulainya program vaksin Covid-19 di Indonesia.
Untuk kali ini penulis mencoba menyampaikan informasi seputaran pro kontra terhadap info public terkait adanya dugaan para medis dan rumah sakit (RS) mengcovidkan pasien, hal tersebut dilakukan untuk apa?, ini penjelasannya.
Orang yang sudah meninggal di test covid itu menurut sumber adalah fakta, Entah bagaimana ceritanya orang yang sudah meninggal tapi masih di test covid.
BACA JUGA : Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BAPEMPERDA) Dorong Pemkab Tetapkan Hutan Adat di Kotim
2 cerita tersebut bukan sebuah kebetulan belaka, bukan pula kelalaian atau kehilapan oknum, tapi juga terjadi karena dibanyak daerah dengan beragam modusnya.
Ada yang berani menjadi saksi hidup bagaimana petugas kesehatan mendatangi rumah warga membujuknya untuk setuju di covidkan.
Lalu ketika ditanya kenapa yang bersangkutan menawarkan itu, jawabannya sederhana untuk laporan desa.
BACA JUGA : Pencurian Dengan Kekerasan Beraksi di Baamang, Tangan IRT ditebas Hingga Terluka
Cerita soal pasien yang meninggal karena penyakit lain bila tidak mampu membayar biaya ditawari surat fositif covid, dengan cukup menyetujui pemakaman covid, maka mayat bisa keluar dibawa pulang tanpa harus membayar di RS itu.
Belum lagi aturan tentang pemakaman covid untuk semua pasien yang dicurigai, bahkan meski tidak ada gejala pun divonis dicurigai covid, sehingga pemakamannya harus sesuai aturan covid, beberapa hari setelah itu, hasil test keluar dan ternyata hasilnya negative.
Berapa banyak mayat dimakamkan sesuai standar covid, tapi hasil testnya ternyata negative banyak, lalu apakah setelah itu lingkungan sekitar tau bahwa ternyata hasilnya negative, tak banyak.
BACA JUGA : Warga Tertipu Oksigen Palsu, Kabareskrim Minta Korban Melapor
Ini seperti hoax yang terlanjur menyebar, klarifikasi dan permintaan maaf tak akan pernah cukup untuk menjangkau semua orang yang sudah menerima info hoax tersebut.
Berbulan-bulan orang melakukan protes, banyak sudah kabar yang melawan praktek jahat ini, lalu beberapa hari yang lalu akhirnya Moeldoko mau ikut menyuarakan, meminta pihak terkait untuk tidak memaksakan status covid kepada pasien yang sebenarnya non covid.
Bagi publik ini jelas angin segar, angin perubahan yang langsung terdengar dari kepala kantor staf pesiden, harapannya semoga para tenaga medis yang nakal mulai tobat, mulai takut untuk main-main dengan status covid.
BACA JUGA : Sekretaris Komisi II DPRD Kotim, Jangan Tergiur Dengan Janji Manis Pinjol
Tapi selanjutnya pemerintah juga perlu mencari tau akar permasalahannya, teguran kepada rumah sakit dan tenaga medis tidak akan pernah cukup kalau kita tak paham masalah yang memotivasinya.
Coba jelaskan ke publik, atau minimal cari tau kenapa ada pemburuan pasien dan mayat covid, kenapa ada tenaga medis yang mengincar penambahan pasien covid, kenapa ada tenaga kesehatan yang mengincar warga dengan penyakit bawaan dan menahun untuk diperiksa dan dipaksa covid.
Sebenarnya ada dengan mereka, apa motivasinya, tidak mungkin mereka melakukan ini tanpa alasan yang jelas. Memang sudah banyak kabar dan desas-desus terkait motivasi dan alasan tenaga medis yang bertindak nakal, tapi tetap saja ini dikonfirmasi karena berkaitan dengan perbaikan kebijakan.
BACA JUGA : 5 Hal Yang Perlu Anda Perhatikan Sebagai Pelaku Aset Kripto
Pada intinya kondisi Indonesia sudah krisis, masyarakat sekarang sudah menjerit, sementara dilevel kebijakan dan wilayah medis masih banyak dugaan permainan dan akal-akalan, yang diduga untuk berbuat curang demi kepentingan pribadi dll.
Oke, bagi pejabat yang profesi tertentu yang punya pendapatan tetap setiap bulannya dan kini mereka kabarnya juga mendapatkan subsidi, mungkin covid ini tak mengganggu kehidupan mereka, kebutuhan pokok mereka tetap masih bisa terpenuhi.
Tapi cerita pekerja swasta, tidak terbatas masalah PHK saja, bahkan makan pun kini hanya nasi, kecap dan mungkin juga dengan garam, sekian bulan sudah kita menghadapi corona dan hasilnya resesi ekonomi, sampai disini mestinya Pemerintah dan kita semua sudah mulai berpikir tentang evaluasi.
Sudahlah, sudah cukup kita belajar dan coba-coba, data yang dikumpulkan para fakar sudah sangat banyak dan lengkap untuk membuat perubahan ini. Untuk apa rapid test perjalanan kalau itu hanya menjual paksa alat kesehatan saja, tidak akurat pula.
Untuk apa membuat pemakaman khusus covid, toh mayat tidak mengeluarkan virus, sudahlah!, jangan lagi main provaganda!, dengan mengumpulkan mayat dalam satu tempat, hanya untuk menciptakan ketakutan!.
Satu langkah Moeldoko yang berani berbicara prontal melawan mavia medis patut kita apresiasi, tapi ini belum selesai, masih ada beberapa masalah dan perbaikan yang harus diterapkan, semoga saja Moeldoko mau dan mampu untuk melawan, jangan tiba-tiba menghilang seperti Terawan.
Oh ya, Terawan memang tidak sempurna, tapi pernyataanya sangat terukur dan jujur, beberapa pernyataannya seperti covid ini tidak berbahaya, bisa sembuh sendiri, tak perlu semua orang pakai masker, cukup yang sakit saja.
Terkait permasalahan dugaan kasus tersebut penulis juga menyimak sikap DPR-RI agar para Medis dan RS yang diduga nakal itu jika terbukti harus ditindak tegas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) angkat bicara terkait tudingan itu. Seperti Lia Gardenia selaku Sekjen Persi, mengungkapkan tidak ada Rs ingin melakukan itu.
Menurut penilaiannya bahwa tanggapan mengcovidkan pasien hanya perbuatan oknum. Tidak pernah menginginkan adanya 1 RS yang berkeinginan mengcovidkan pasiennya.
Jika menyamaratakan tiga ribu RS seperti hal yang sama, tentu rasanya tidak benar, ada aturan ketat dan kuat saat melakukan diagnose covid-19, dan itu alurnya sangat panjang.
Tidak semua RS bisa memberikan hasil diagnosis covid-19 dalam waktu cepat, RS besar dengan fasilitas laboratorium lengkap tentu bisa memberikan hasil diagnostik. Masyarakat perlu memahami bahwa proses diagnostik covid-19 untuk satu pasien bukan proses singkat. Bahkan, ada juga pasien yang membutuhkan hitungan hari untuk mendapatkan hasil yang pasti.
Sebagai refrensi penulis juga mengikuti tayangan ILC di TVone , tanggal 06 Oktober 2020 tahun lalu, dengan judul,“Benarkah RS Mengcovidkan Semua Pasien Meninggal?.
Penulis : Misnato (Petualang Jurnalis)