Proses hukum terhadap Korporasi di Kotawaringin Timur (Kotim) yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) saat ini benar-benar dipertanyakan dewan.
Terkait dengan proses hukum tersebut, Ketua fraksi PKB sekaligus Anggota Komisi I DPRD Kotim, M. Abadi mempertanyakan proses hukum yang menjerat PT Menteng Jaya Sawit Perkasa (MJSP) dimaksud.
Sebab menurut Abadi, pada tahun 2019 lalu koorporasi ini diseret oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Namun hingga kini belum jelas penanganannya apakah sampai ke meja peradilan atau tidak.
“Sejauh ini saya lihat kasus karhutla yang terjadi di tahun 2019 hingga pertengahan tahun 2022, tidak pernah terdengar proses hukumnya lebih lanjut,” ujar Politiisi ini, Selasa 10 Mei 2022.
“Padahal secara tegas dan jelas KLHK telah menyegel perusahaan itu karena wilayah konsesinya yang terbakar, tetapi sampai detik ini saya belum melihat kasusnya sampai ke tangan Pengadilan,” tegas Abadi Ketua Fraksi PKB DPRD Kotim.
Dia menyebutkan penegakan hukum kepada koorporasi jika memang demikian maka dilakukan setengah hati. Bahkan untuk di Kalteng pun patut dipertanyakan. Padahal, lanjut dia kebakaran hebat terjadi pada tahun 2019 lalu sudah terbukti.
Parahnya proses hukum hanya banyak menyeret masyarakat kecil yang kelas petani, sementara pemilik lahan besar dalam wilayah izin usaha perkebunan tidak pernah sampai disidangkan.
“Inilah yang patut dipertanyakan, kenapa dari kejadian 2019 itu koorporasi yang sudah jelas terbakar tidak ada proses hukumnya. Ini artinya KLHK juga setengah hati dan terkesan main-main untuk menegakan hukum itu,” tegas dia.
Menurutnya lagi kasus itu jika diproses ke meja pengadilan, maka seharusnya mengambil peradilan di wilayah kejadian tindak pidana.
”Focusnya kan di Kotim sehingga harusnya diadili disini, tapi entah apa sudah ada yang masuk pengadilan atau tidak sejauh ini,” bebernya.
Pertanyaan legislator ini cukup beralasan. Sebab dari sejumlah kasus kebakaran lahan di Kotim yang tercatat hingga mendapatkan keputusan hukum tetap mayoritas adalah mereka kalangan petani dan tukang bersih lahan.
Mereka rata-rata divonis bersalah dengan menjalani pidana penjara hingga 1 tahun kurungan.
Lahan yang mereka bakarpun hanya dipergunakan untuk bercocok tanah dan bertahan hidup. Tetapi disatu sisi koorporasi yang terbakar puluhan hingga ratusan hektarpun belum pernah sampai ke meja peradilan setempat.
Diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia menyegel menyegel lahan kebakaran milik 9 perusahaan pemegang izin konsesi di Kalteng.
Areal yang disegel itu terdiri dari 7 perusahaan perkebunan kelapa sawit dan 2 perusahaan konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI). Sedangkan luas areal yang terbakar mencapai 2.906,8 Ha.
Hingga berita ini dinaikan pihak terkait yang membidang proses hukum tersebut belum bisa dikonfirmasi.