Kasus sengketa lahan antara masyarakat dengan Perusahaan Besar Swasta (PBS) di Kalimantan Tengah (Kalteng) nampaknya tidak berkesudahan, semoga bom waktu tidak akan meledak lagi seperti yang terjadi di PT BJAP 3 beberapa bulan yang lalu.
Agar situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) umumnya di Kalteng, khususnya di Bumi Habaring Hurung tidak terancam dan terganggu, yang menguras tenaga dan pikiran Aparat Penegak Hukum (APH) kita untuk mengendalikannya.
Terlebih ditahun politik seperti saat ini, menjelang tibanya Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang merupakan pesta demokrasi untuk pemilihan Presiden Republik Indonesia dan wakilnya serta memilih Wakil Rakyat yang duduk di kursi empuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara serentak.
Petualang Jurnalis baru-baru ini telah menyaksikan video yang beredar di group whatsApp dan media sosial lainnya dan membaca berita-berita viral yang mengusik kantibmas yang terjadi di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).
Tepatnya di Desa Natai Baru, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kalimantan Tengah (Kalteng) telah terjadi aksi unjuk rasa/demo di Perusahaan PT Globalindo Alam Perkasa (PT GAP) yang dimotori oleh Organisasi Masyarakat (Ormas) Adat Dayak Perajah Montanoi.
Mereka menggerunduk PT GAP dengan membawa senjata tajam yang merupakan Atribut Adat Dayak, sekaligus melakukan pemortalan akses jalan dan lahan yang diduga bermasalah di perusahaan tersebut pada Senin 14 Agustus 2023.
Kehadiran mereka menuntut ganti rugi lahan sekitar 486 hektar kepada PT GAP yang sampai saat ini belum terealisasi, lantaran masih menunggu putusan dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur yang tidak ada kepastiannya sampai kapan.
Sebagaimanaa yang disampaikan Kapolsek Sungai Sampit, Ipda Dhearny Gracce Dachi, “Tuntutan ganti rugi sebesar 486 hektar dan massa kurang lebi 100 orang. Untuk perusahaan sampai saat ini masih menunggu putusan dari pemda,” katanya, Minggu, 13 Agustus 2023, dikutif dari https://www.borneonews.co.id.
Diketahui bahwa koordinator aksi ini dipimpin langsung oleh Suplius Sarinuss RB, Ketua Umum Perajah Motanoi Indonesia, Kabupaten Kotawaringin Timur. Dalam surat pemberitahuan tertulis menyebutkan.
Bahwa sehubungan dengan telah dilakukan pengecekan lahan secara bersama yang difasilitasi oleh pemerintah daerah Kabupaten Kotawaringin Timur pada hari Kamis 20 Juli 2023 dan telah diambil titik koordinat.
Dan telah dilakukan mediasi juga di Pemerintah Daerah (Pemda) Kotim pada 8 Agustus 2023, namun Pemda Kotim dianggap tidak mampu memediasi permaslahan klaim lahan atas nama burhan gase.
Mengingat di dalam keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.531/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/8/2021 Tentang Data dan Informasi kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutan tahap II PT Globalindo Alam Perkasa No 54.
Dalam hal ini keluarga gase dan organisasi perajah montanoi sepakat bahwa akan dilakukan aksi penutupan lahan seluas 486 Ha karena belum pernah dilakukan Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) oleh perusahaan PT GAP ini.
Sebagaimana diatur dalam (Dasar Hukum): UUD 1945 Pasal 28 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan UU No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum maka mereka melakukan aksi tersebut.
Menyikapi permasalahan tersebut izinkan Petualang Jurnalis menyampaikan pendapat dan berharap kepada pemerintah setempat jika tidak mampu memediasi kasus ini, jangan mengulur-ulur waktu dan harus cepat mencari solusinya.
Kita khawatir kesabaran masyarakat yang jadi korban dan dirugikan ini habis, sehingga menimbukan keresahan dan mengancam Kamtibmas di Bumi Habaring Hurung yang sudah kondusif ini dan berharap juga agar tragedi seperti di PT BJAP 3 Kabupaten Seruyan jangan sampai terjadi di Kotim.
Jika terbukti perusahaan ini salah merampas tanah warga tanpa ada ganti rugi dan diduga telah menggarap Kawasan Hutan tanpa memiliki perizinan di bidang kehutanan tahap II, maka perusahaan ini harus ditindak tegas, sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Jangan pandang bulu dan pilih kasih dan jangan sampai hukum di Kabupaten Kotawaringin Timur ini dilakukan tajam kebawah dan tumpul keatas, tunjukan Supremasi Hukum di Kotim ini berjalan sesuai dengan rel yang ada.
Walaupun Petualang sendiri tau bahwa, Hukum di negeri ini sebenarnya baik-baik saja, namun kebanyakan oknum yang menegakan hukum itu sendiri banyak yang tidak lurus, benar bisa jadi salah dan salah bisa dibenarkan demi apa?
Jika ini terjadi di Kotim petualang berharap kepada masyarakat lawan mafia hukum ini jika anda terbukti benar, tentunya dengan cara yang tidak melanggar hukum atau anarkis, jika anda melanggar hukum maka hukum itu akan tajam diterapkan kepada anda masyarakat kecil, terlebih kepada masyarakat awam, demikian.
Penulis: Misnato (Petualang Jurnalis).