Warga 3 Desa Membantah Hasil Klarifikasi Ombudsman RI Perwakilan Kalteng Terhadap BPN Kotim, terkait surat Ombudsman RI Perwakilan Kalteng telah melakukan klarifikasi terhadap BPN Kotim, tanggal 29 Juli 2021 yang disampaikan melalui surat Nomor : B/251/LM.29-20/0497.2021/VIII/2021.
Hal: Pemberitauan Perkembangan Laporan, Tanggal 4 Agustus 2021 kepada masyarakat di 3 Desa melalui kuasa Pendamping A.n Ahmad Maulana, dalam hasil klarifikasi dijelaskannya dari poin 1 s/d poin 9.
Setelah menerima surat Ombudsman RI Perwakilan Kalteng, warga masyarakat di 3 (tiga) Desa melakukan musyawarah membahas hasil klarifiksasi tersebut di Desa Sungai Puring, pada hari Minggu tanggal 8 Agustus 2021, Pukul 19.05 WIB s/d selesai dan menyimpulkan beberapa poin.
BACA JUGA : 161 Pekerja Migran asal Indonesia Didepostasi oleh Malaysia ke Kalimantan Utara
Informasi yang berhasil diperoleh wartawan ini pada Jumat (3/9/2021), melalui rilis Ahmad Maulana, selaku kuasa pendamping warga masyarakat 3 desa, menyampaikan bahwa : Poin 1 (satu) sepakat mengirimkan surat kepada Ombudsman RI Perwakilan Kalteng Nomor : 06/VIII/2021, Perihal : menanggapi surat Ombudsman RI Perwakilan Kalteng, tanggal 11 Agustus 2021.
Dalam penjelasan poin nomor 1 yang terbunyi: Bahwa PT. Langgeng Makmur Sejahtera (PT. LMS) telah mengganti rugi lahan dari perusahaan sebelumnya, yakni PT. Hati Prima Agro (PT. HPA) yang berada di wilayah Desa Sungai Puring, Desa Tumbang Ngahan dan Desa Kuluk Telawang, Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Warga Masyarakat 3 Desa membantah hasil klarifikasi pada poin nomor 1, karena menurut warga 3 Desa adalah hal yang keliru, mengingat izin PT. HPA telah dicabut pemerintah (Bupati Kotim) secara permanen berdasarkan surat Nomor: 525.26/228/Ek.SDA/IV/2012.
BACA JUGA : Dinar Candy Jadi Brand Ambassador Klinik Kecantikan dr. Richard Lee
Perihal : Pencabutan Persetujuan Prinsip Arahan Lokasi maupun Izin Lokasi, tanggal 19 April 2012, kemudian surat Bupati Kotim nomor : 525.26/256/Ek. SDA/IV/2012.
Perihal : Perpanjangan Izin Lokasi PT. HPA Tanggal 24 April 2012 bahwa tidak memberikan perpanjangan Izin Lokasi nomor : 706.460.42 tanggal 16 Oktober 2009, serta Surat Keputusan Bupati Kotim nomor : 525.26/242/Ek.SDA/VI/2012, Tentang Pencabutan Persetujuan Prinsip Arahan Lokasi, Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) tanggal 21 Juni 2012.
Dalam uraian SK pencabutan pada Diktum Pertama yang terbunyi : bahwa mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Persetujuan Prinsip Arahan Lokasi PT. HPA Nomor : 525.26/354/VII/Ek.SDA/ 2009, tanggal 23 Juli 2009 dan Ijin Lokasi Nomor : 706.460.42, tanggal 16 Oktober 2009 serta Izin Usaha Perkebunan (IUP), Nomor : 525.26/196/IV/Ek.SDA/ 2010, tanggal 10 April 2010.
BACA JUGA : Pemain Persib Bandung Geoffrey Castillion Ragukan Bermain Full Saat Hadapi Barito Putra
Kemudian Diktum Kedua yang berbunyi : Dengan adanya pencabutan seluruh perizinan yang menjadi kewenangan Bupati Kotim ini, maka PT. HPA tidak berhak lagi dan tidak di perkenankan untuk melakukan kegiatan apapun dilokasi dimaksud.
Selanjutnya Diktum Keempat yang bunyinya : Pemerintah Kabupaten Kotim akan melakukan inventarisasi terhadap barang-barang yang tidak bergerak yang terdapat dalam areal eks perkebunan PT. HPA yang berdasarkan ketentuan yang berlaku menjadi milik pemerintah tanpa ganti rugi.
Sedangkan terhadap sarana-sarana bergerak digunakan sebagai jaminan apabila masih ada tunggakan atau kewajiban lain yang belum dilunasi kepada pemerintah.
Kemudian Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 435 K/TUN/2013, tanggal 24 Desember 2013 dengan amar putusan hukum tetap (inkrah), artinya areal tersebut kembali ke Negara sebagaimana yang berbunyi pada SK Pencabutan izin bahwa areal tersebut dijadikan aset Negara/Daerah.
Namun fakta dilapangan setelah Putusan Mahkamah Agung RI tahun 2013 bahwa PT. HPA masih beraktivitas hingga tahun 2014, maka diduga upaya Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang seharusnya di eksekusi secara taransparan, tapi sebaliknya justru peralihan aset yang dibuat secara diam-diam dengan sistematis berupa ganti rugi lahan antara PT. HPA dengan PT. LMS.
Dengan adanya SK Bupati Kotim tentang pencabutan izin atas nama PT. HPA serta Putusan Mahkamah Agung RI, sepertinya tidak berguna atau diabaikan, maka diduga hanya sebuah sensasi dan popularitas sehingga terkesan di masyarakat Kotim adalah sebuah pembohongan publik.
Apalagi ditambah dengan peralihan nama perusahaan yang sebelumnya ke perusahaan yang baru, sementara kedua perusahaan (PT) tersebut diatas adalah anak cabang dari perusahaan PT. Bumitama Gunajaya Agro (BGA).
Dengan munculnya izin baru dalam sistem peralihan, tentu saja diduga setingan, mengingat surat Direktur PT. LMS Nomor : 06/D-LMS/IX/2014, Perihal : Permohonan Revisi izin Persetujuan Prinsip Arahan Lokasi, tanggal 8 September 2014, dan anehnya dalam tenggang waktu hanya 4 hari kalender saja izin tersebut di keluarkan tanggal 12 September 2014, ada apa ini semua?.
Kemudian berjalan waktu 3 hari kalender muncul lagi surat permohonan dari Direktur PT. Langgeng Makmur Sejahtera Nomor : 07/D-LMS/IX/2014, tanggal 15 September 2014.
Perihal : Permohonan izin Lokasi PT. Langgeng Makmur Sejahtera, dan hanya dalam tenggang waktu 8 (Delapan) hari kalender saja, izin Lokasi tersebut dikeluarkan Bupati Kotim, tanggal 23 September 2014, anehnya dibulan yang sama dan yang sangat janggal ada surat permohonan revisi izin.
Ketika bicara revisi izin a.n PT. LMS, tentu memiliki izin sebelumnya, kemudian direvisi kembali, tapi apabila PT. LMS merevisi izin PT. HPA, diduga hal yang sangat keliru, dikarenakan izin PT. HPA telah dicabut.
Artinya putuslah hubungan hukum antara PT. HPA dengan pemerintah, oleh karenanya pemberian izin terhadap PT. LMS diduga kuat mal administrasi dan penyalahgunaan wewenang.
Untuk bahan pertimbangan pihak penegak hukum atau lembaga negara lainnya, guna menindak lanjuti laporan masyarakat 3 Desa, ditambah data pendukung tentang hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruangan paripurna DPRD Kotim, menyimpulkan beberapa poin yang dituangkan dalam rekomendasi DPRD Kotim Nomor : DPRD/215/005/2018, Perihal : Rekomendasi, tanggal 19 Februari 2018.
Poin 1 berbunyi : Meminta kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kotim agar melakukan evaluasi terhadap perizinan PT. Langgeng Makmur Sejahtera.
Kemudian Poin 3 berbunyi : Meminta kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kotim agar meninjau kembali terhadap perijinan PT. LMS.
Selanjutnya Poin 4 terbunyi : Meminta kepada PT. LMS agar menyelesaikan berbagai persoalan administrasi perizinan dan kawasan sesuai aturan dan ketentuan.
Maka besar harapan masyarakat 3 Desa kepada pihak Kepolisian dan Kejaksaan selaku penegak hukum dan/atau lembaga negara terkait lainnya, dapat menyelidiki hal dimaksud untuk meletakan koridor hukum yang tepat.
Gideon Efendi, Tony Duris, Siwel. P. Tala, Delie S. Uan, Epi Supianto, Rahman Asmara dan Herdino selaku perwakilan masyarakat Desa Sungai Puring, Desa Tumbang Ngahan dan Desa Kuluk Telawang, Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotim, Provinsi Kalteng.
Gideon Efendi dan Tony Duris sebagai juru bicara mengatakan, dengan berbagai macam alibi dan dalih oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menginginkan agar permasalahan sertifikat hak milik (SHM) warga masyarakat dari 3 Desa yang diduga dirampas secara sistematis dapat terabaikan.
Kemudian pihak penegak hukum pun bisa saja terkecoh dengan alibi dan dalih-dalih nya sehingga kasus sertifikat tersebut lama kelamaan hilang tanpa kesan, seakan-akan lenyap ditelan bumi begitu saja.
Namun warga masyarakat 3 Desa tersebut tetap semangat berjuang untuk mendapatkan keadilan di negeri ini, lantaran masyarakat selama ini dibodohi dengan cara tidak terpuji dan haknya yang terzalimi oleh oknum.
Guna mendapatkan keuntungan pribadi dengan mengorbankan hajat hidup orang banyak dalam memanfaatkan sertifikat hak milik (SHM) masyarakat 3 Desa yang dikeluarkan BPN Kotim sejak tahun 2015 silam hingga sekarang.
Poin nomor 2 yang berbunyi : Bahwa PT. LMS telah memberikan lahan plasma sebanyak 20% kepada masyarakat di 3 Desa, tapi masyarakat membatah dalam poin 2 diduga ada upaya untuk menyanggah dan berdalih tentang laporan masyarakat terkait sertifikat hak milik yang sumber anggaran menggunakan dana negara.
Selanjutnya pada poin nomor 3 yang berbunyi : Masyarakat di 3 Desa tersebut membentuk Koperasi dan telah tergabung dalam Koperasi Eka Kaharap, berdasarkan Akta Pendirian Koperasi, Nomor 24 tanggal 31 Juli 2010.
Dalam penjelasan poin nomor 3 tersebut bahwa masyarakat dari 3 Desa membantah dan menyatakan tidak benar, karena Koperasi tersebut diduga fiktif, lantaran masyarakat 3 Desa tidak pernah membentuk Koperasi Eka Kaharap pada tahun 2010.
Untuk poin nomor 4 tidak dimuatkan/ diuraikan karena mengacu poin nomor 2, maka langsung ke poin nomor 5 berbunyi ; Bahwa penerbitan sertifikat redistribusi tanah tahun 2015 dilakukan berdasarkan SK Kakanwil BPN Prov. Kalteng Nomor : 06/KEP-400.14.62/III/2015 tentang Penetapan Lokasi Kegiatan Redistribusi Tanah Obyek Landreform di Kabupaten Kotim (Desa Tumbang Ngahan, Sungai Puring dan Kuluk Telawang sebanyak 600 bidang) Sertifikat Tanah Desa 1 September 2015.
Masyarakat di 3 Desa menanggapi dan bantahan dalam poin nomor 5 adalah hal yang keliru karena poin nomor 2 mengatakan bahwa PT. LMS memberikan lahan plasma sebanyak 20% untuk masyarakat di 3 Desa, tapi di poin nomor 7 mengatakan bahwa lahan Koperasi Eka Kaharap yang di sertifikatkan.
Sementara di poin nomor 5 mengatakan bahwa yang disertifikat itu adalah Tanah Desa, maka menurut kami masyarakat dari 3 Desa pejelasan hasil klarifikasi bahasa untuk mendalihkan kasus sertifikat tanah hak milik warga yang di danai oleh Negara. Maka diduga kuat kejahatan oknum yang melakukan perampasan dan penggelapan Sertifikat Hak Milik warga masyarakat di 3 Desa.
Selanjutnya poin nomor 6 berbunyi : Koperasi Eka Kaharap mengajukan kepada kantor Pertanahan Kotim untuk menerbitkan sertifikat tanah redistribusi di 3 Desa dan sertifikat telah selesai tanggal 25 September 2015.
Warga Masyarakat 3 Desa membantah hal yang diuraikan pada poin nomor 6 karena pengurus koperasi tidak memiliki otoritas untuk mengajukan hal yang prinsip seperti sertifikat tanah atas nama masyarakat di 3 Desa, apalagi menggunakan dana Negara.
Tetapi karena diduga adanya kepentingan oknum tertentu untuk memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan orang banyak yang bertamengkan Koperasi sebagai bumper untuk menjalankan aksi kejahatannya.
Kemudian penjelasan poin nomor 7 terbunyi ; Penyerahan sertifikat tanah redistribusi tidak dilakukan kepada masing-masing pemilik dikarenakan areal yang menjadi objek redistribusi merupakan lahan Koperasi Eka Kaharap.
Maka warga masyarakat di 3 Desa membantah penjelasan pada poin nomor 7, apabila Koperasi tersebut memiliki areal, maka pengajuan sertifikat tanah ke Badan Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Timur atas nama Koperasi itu sendiri dan/atau sertifikat HGU Koperasi bukan sertifikat hak milik (SHM) atas nama orang perorang warga masyarakat dari 3 Desa yakni, masyarakat Desa Sungai Puring, Desa Tumbang Ngahan dan Desa Kuluk Telawang Kecamatan Antang Kalang Kabupaten Kotim.
Poin 8 berbunyi : Dasar penyerahan sertifikat yang dilakukan BPN Kotim adalah surat dari Koperasi Eka Kaharap Nomor : 001/ EK.SP/I/2016, Perihal : Sertifikat Lahan Plasma Eka Kaharap yang pada intinya meminta pihak BPN Kotim untuk tidak menyerahkan sertifikat kepada masing-masing nama, karena lahan yang menjadi redistribusi TOL adalah lahan Koperasi Eka Kaharap.
Warga Masyarakat 3 Desa membantah penjelasan pihak BPN Kotim, karena tidak masuk akal, sementara oknum pejabat BPN adalah orang-orang yang mengerti aturan dan ketentuan hukum, namun terkesan seolah-olah tidak mengerti aturan dan hukum.
Dalam persoalan ini, maka memohon kepada ahli-ahli hukum di Republik ini serta publik dapat membantu warga masyarakat 3 Desa mempelajari, mengkaji dan mentalaah, baik peralihan izin tersebut diatas maupun penjelasan hasil klarifikasi Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kalteng.
Terakhir pada poin 9 berbunyi : Direktur PT. LMS menyatakan bahwa PT. LMS menerima sertifikat objek Redistribusi tahun 2015 sebagai jaminan hutang anggota Koperasi Eka Kaharap atas pembangunan kebun kelapa sawit dan sertifikat warga tersebut sudah dijadikan jaminan oleh pihak PT. LMS untuk peminjaman dana di Bank.
Warga Masyarakat keberatan tentang sertifikat tanah atas nama warga 3 Desa yang diduga telah dirampas oknum tidak bertanggungjawab untuk jaminan hutang Koperasi Eka Kaharap tanpa sepengatahuan pemilik yang sah.
Maka atas tindakan dan perbuatan seperti itu tentunya masyarakat 3 Desa selaku pemilik sertifikat tanah yang berhak sangat keberatan karena merampas hak konstitusional dan Hak Asasi Manusia.
Dalam kasus sertifikat tanah warga tersebut diduga adanya perbuatan melawan hukum (mafia tanah) yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, maka masyarakat 3 desa menuntut keadilan kepada pemerintah dengan menyampaikan aspirasi melalui media ini.
Besar harapan warga masyarakat kepada pihak Kepolisian, Jaksa dan lain-lain, selaku penegak hukum, agar serius menangani kasus ini, sebagaimana hal-hal yang diuraikan tersebut diatas untuk bahan pertimbangan para pihak terkait sampai tuntas, agar supremasi hukum dinegeri ini dapat ditegakan tanpa pandang bulu dan pilih kasih.
[*to-65].