spot_img

Jaringan Mafia Hukum di Bandung Terkuak, Negara Diduga Terlibat dalam Perkara M Darwis

- Advertisement -
Sungguh ironis, jaringan mafia hukum yang melibatkan Aparat Penegak Hukum (APH) di Kota Bandung Jawa Barat (Jabar) terkuak, dalam  perkara Muhammad Darwis.

Jaringan Mafia Hukum ini telah diungkap Richard William dari Gapta Law Office dan Ketua Umum Perkumpulan Pengacara GAPTA yang juga Pendiri  Forum Wartawan Jaya Indonesia.

Richard William dalam hal ini bertindak selaku Kuasa Hukum M. Darwis, dalam siaran pressnya menyebutkan terkuak negara terlibat jaringan mafia hukum dalam perkara kliennya tersebut, Rabu 26 Juli 2023.

BACA JUGA   Mantan Kades Sungai Dau 2009-2014 Ditetapkan Sebagai Tersangka
Richard Willian bersama Dina Tri Amelia Isteri M. Darwis
Richard Willian bersama Dina Tri Amelia Isteri M. Darwis

Menurut Richard, hal ini terungkap sejak adanya Laporan Polisi Nomor: LPB/410/V/2017/JABAR, tanggal 02 Mei 2017 atas nama Pelapor SHERWIN NATAWIDJAYA.

Dalam laporan tersebut, Pelapor melaporkan ada peristiwa pidana yang diketahui pada tanggal 31 Maret 2014 sekitar pukul 10:30 WIB di Kota Bandung.

Bahwa Pelapor menguraikan dengan cara Terlapor M Darwis menawarkan kepada pelapor untuk membeli saham di perusahaan tambang batu bara sebesar Rp3.500.000.000,-

BACA JUGA   DPD KSPSI Sikapi UU No 11 Tahun 2020 Tentang Ciptaker
Dengan Kasubdit Propam Polda Jabar AKBP HARYADI saat menanyakan tindak lanjut Kasus Kompol Dedi
Richard William dengan Kasubdit Propam Polda Jabar AKBP HARYADI saat menanyakan tindak lanjut Kasus Kompol Dedi

Dan Pelapor berminat untuk membeli sebagian saham Terlapor, setelah itu antara Pelapor dan Terlapor membuat Pengikatan Jual Beli di Notaris.

Tetapi di Pengikatan Jual Beli tersebut terlapor tidak menepati janjinya, dikarenakan jumlah 6.000 kilo (Kcal) yang nyatanya jumlah tersebut tidak sesuai.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHPidana dan atau Pasal 372 KUHPidana (Penipuan dan atau Penggelapan), namun menurut Richard faktanya tidak demikian.

BACA JUGA   Kapolri Ungkap Isi Map Kuning yang Dibawa Penyerang Mabes Polri

Richard menjelaskan hal itu dapat dibuktikan dalam perjanjian yang disebutkan dalam klausul bunyi Pasal 2 Akta Nomor: 136, tentang Pengikatan Jual Beli.

Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa Pelapor membeli 5 persen saham milik Terlapor/PT. Sela Bara yang disepakati dengan nilai Rp15 miliar, yang disepakati dibayarkan secara bertahap.

Dengan rincian Rp3.500.000.000, akan dibayarkan setelah ditanda-tanganinya Akta Perjanjian tentang Pengikatan Jual Beli tersebut, yang dibuat pada tanggal 31 Maret 2014 pukul 10:30 WIB, dan sisanya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan kemudian.

BACA JUGA   Kasus Pencabulan di Samuda Sempat Kabur, Pelaku: Tidak Lama Saya Menyerahkan Diri

Bahwa berdasarkan hasil Print Out Rekening Giro Bank BNI atas nama PT. Sela Bara di Cabang Jababeka Bekasi, untuk Periode bulan Maret 2014 hingga bulan April 2014, yang di Print Out pada tanggal 25 Juli 2023.

Bahwa didapatkan bukti bahwa Pelapor baru melakukan Pembayaran melalui Transfer pada tanggal 01 April 2014, sebesar Rp500 juta pada tanggal 02 April 2014, sebasar Rp3 miliar.

Dan berdasarkan Report Of Analysis PT. Sela Bara tertanggal 5 Februari 2009, yang dikeluarkan oleh SUCOFINDO terdapat nilai 7.000 kilo (Kcal).

BACA JUGA   Baru Putus Cinta, Remaja 17 Tahun di Lamandau Nekat Gantung Diri

Bahwa hal tersebut, seharusnya sudah menggugurkan dasar dan atau keterangan Pelapor dalam Laporan Polisi Nomor: LPB/410/V/2017/JABAR, tanggal 02 Mei 2017 atas nama Pelapor SHERWIN NATAWIDJAYA.

Dikarenakan korban telah mengatakan telah mengetahui adanya peristiwa pidana pada tanggal 31 Maret 2014 pukul 10:30 WIB, terkait adanya penipuan dan penggelapan.

Namun Pelapor malah melakukan Pembayaran melalui Transfer pada tanggal 01 april 2014 dan tanggal 02 April 2014.

BACA JUGA   Satresnarkoba Polres Kotim Ringkus Seorang Pedagang Jadi Pengedar Sabu

Sedangkan yang benar Terlapor M Darwislah yang menjadi korban pemerasan yang dilakukan oleh Kompol Haji DEDI BUDIANA, S.H., M.H., selaku Penyidik.

Terhadap adanya laporan polisi Nomor: LPB/410/V/2017/JABAR, tanggal 02 Mei 2017 atas nama Pelapor SHERWIN NATAWIDJAYA, dengan Nilai Rp1,8 miliar.

Dan hal tersebut dibenarkan dengan adanya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan Propam (SP2HP2) Nomor: B/187/VIII/WAS.2.4./2020/Divpropam tertanggal 19 Agustus 2020.

BACA JUGA   Kinerja KPK: Wah! Luar Biasa 776 Izin Dicabut, 3,56 Ribu Hektar Lahan di Kalimantan Dikembalikan ke Negara

Dengan pelapor atas nama DINA TRI AMELIA selaku isteri Terlapor/M. Darwis terhadap Kompol Haji DEDI BUDIANA, S.H., M.H.

Dari hasil klarifikasi dan pemeriksaan Terbukti Kompol Haji DEDI BUDIANA, S.H., M.H melanggar Perkap 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Pasal 7 ayat 1 huruf b dan c serta pasal 13 ayat 1 huruf a dan e, pasal 15 huruf d dan h serta pasal 21 ayat 3 huruf 1, dikarenakan melakukan Pemerasan uang M. Darwis suami dari DINA TRI AMELIA.

BACA JUGA   Barbuk 100 Gram Sabu Berhasil Dimusnahkan Polres Lamandau

Maka dalam peristiwa ini, Pelapor SHERWIN NATAWIDJAYA dan Penyidik Kompol Haji DEDI BUDIANA, S.H., M.H., yang seharusnya ditahan.

Dikarenakan telah melakukan Pemerasan penipuan dan Penggelapan. Namun nyatanya justeru Terlapor/M. Darwis (korban sebenarnya) justeru dilakukan Penahanan dan Penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat selaku Pengacara Negara.

Berarti dalam Perkara Upaya Kriminalisasi M. Darwis oleh Mafia Hukum, dalam hal ini Negara telah terlibat didalamnya.

BACA JUGA   Kebakaran Landa Jalan Cempaka 7 Banjarmasin Saat Salat Tarawih

Oleh karena itu. Richard selaku Kuasa Hukum Korban Mafia Hukum melalui Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Pengadilan Negeri Bandung, yang menuntut dan Mengadili dalam perkara a quo.

Richard Meminta supaya melakukan upaya hukum RESTORATIVE JUSTICE, guna menjalankan salah satu Prinsip Penegakan Hukum dalam penyelesaian perkara pidana yang benar.

Sebagaimana uraian Pasal 184 Ayat (1) KUHAP. Alat bukti yang sah menurut Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, yang salah satunya ialah Keterangan Saksi, Surat dan Petunjuk.

BACA JUGA   Tawuran di Bogor, 17 Pelaku Berhasil Diamankan Polisi

Dari dasar aturan hukum tersebut, maka sudah seharusnya Jaksa Penuntut Umum sebagai Pengacara Negara menghentikan penuntutan, dan Hakim selaku yang mengadili menghentikan proses hukum dan persidangan.

Menurut Richard hal ini wajar. Sebab nyata – nyata ini merupakan upaya Kriminalisasi oleh jaringan mafia hukum, yang nantinya akan merusak sistem hukum di Indonesia.

Oleh karenanya Negara melalui Pengacara Negara jangan melindungi dan atau memaksakan untuk memenuhi keinginan mereka.

BACA JUGA   Mantan Kades Sungai Dau 2009-2014 Ditetapkan Sebagai Tersangka

Yang mana dampak kedepannya tidak menutup kemungkinan, para pencari keadilan akan menempuh upaya hukumnya sendiri (hukum rimba).

Dikarenakan Negara melalui Pengacara Negara yang diharapkan bisa memberantas jaringan mafia hukum, justeru terlibat didalamnya.

Akhir kata Richard menyampaikan biarpun langit runtuh, kebenaran harus tetap ditegakkan, demi tegaknya hukum di Negara Kedaulatan Republik Indonesia (NKRI), demikian [Red].

BACA JUGA   DPD KSPSI Sikapi UU No 11 Tahun 2020 Tentang Ciptaker
- Advertisement -
Iklan
- Advertisement -
- Advertisement -
Related News