Sejatinya Plasma Kelapa Sawit, tujuannya memberdayakan masyarakat sekitar perkebunan sehingga mereka bisa turut menikmati hasil kebun dan mengangkat perekonomian.
Pada awalnya banyak masyarakat di Kalteng mengaku menyerahkan tanah mereka kepada pihak Perusahaan Besar Swasta (PBS) Kelapa Sawit yang menawarkan mimpi akan kehidupan yang lebih baik.
Namun faktanya janji-janji tersebut hanya isapan jempol belaka, masyarakat banyak yang tertipu dan terbuai dengan janji-janji manis pihak perusahaan yang akan memberikan kebun plasma untuk masyarakat.
Sekarang masyarakat banyak kehilangan lahan untuk bercocok tanam sebagai mata pencaharian mereka, akibat lahan mereka sekarang sudah dikuasai pihak perusahaan sawit.
Berbagai upaya yang sudah dilakukan masyarakat untuk menuntut janji plasma tersebut, kepada pihak perusahaan. namun selalu mengalami kebuntuan, kendala, dan kegagalan, sehingga sering menimbulkan konplik.
Perusahaan ini kebanyakan memanfaatkan oknum TNI maupun oknum Polri sebagai garda terdepan untuk menghadapi masyarakat di lapangan yang menuntut haknya dengan melakukan pemortalan dilokasi kebun sengketa.
Kebanyakan pihak perusahaan ketika dituntut selalu mengandalkan legalitas yang mereka miliki berupa izin Hak Guna Usaha (HGU), sementara legalitas masyarakat selalu dikesampingkan dan dianggap lemah.
Walaupun beberapa perjanjian dan kesepakatan bersama yang sudah dibuat bersama untuk plasma ini, namun nampaknya perusahaan selalu bersikukuh dan ingkar janji, tidak mau mentaatinya.
Nampaknya penegak hukum tidak bersikap netral dan terkesan berpihak kepada Investor nakal secara kasat mata melanggar ketentuan dan undang-undang sebagai panglima yang harus ditaati.
Pemerintah dari daerah hingga pemerintah pusat terkesan tidak mau hadir untuk membela rakyatnya yang tertindas dan dizolimi oleh investor nakal ini, dengan berbagai dalih yang tidak bisa terbantahkan, karena hukum dan kekuasaan mereka yang kendalikan.
Kasus Sengketa lahan antara PBS dan masyarakat di Kalteng ini nampaknya bagaikan penyakit kronis yang susah diobati, tuntutan perdata yang sering diajukan masyarakat baik perorangan maupun kelompok selalu dikalahkan.
Kelompok kecil masyarakat kebanyakan hanya pasrah dengan keputusan dan ketokan palu hakim mewakili tuhan didunia yang dinilai kurang berkeadilan untuk memutus suatu perkara sengketa lahan dimaksud.
Pengamatan penulis bahwa keberpihakan penegak hukum selama ini nampaknya sangat kental membela kepentingan banyak insvestor.
Investor nakal yang ada di Kalteng nampaknya bisa kendalikan pihak penegak hukum untuk membekengi usaha nakalnya ini, yang sejatinya polisi itu tugasnya untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat deng humanis.
Namun faktanya yang terjadi selama ini tugas oknum polisi yang ditugaskan di perusahaan sebaliknya, dan ini sangat melukai perasaan masyarakat dan mengurangi kepercayaan rakyat terhadap institusi yang sama-sama kita cintai ini.
Ketegasan Kapolri dengan tragedi yang menghebohkan publik dewasa ini patut kiranya kita apresiasi dan diacungi dua jempol sekaligus, untuk menindak anggotanya yang bekerja diluar jalur.
Mudah-mudahan janji Kapolri tersebut berjalan dengan semestinya, agar-sambo-sambo yang malang melintang selama ini yang diduga kuat membekap kepentingan perusahaan perkebunan yang nakal di Kalteng, demikian.
Opini : Misnato (Petualang Jurnalis)