Putusan MK: Dewan Pers Tidak Boleh Menentukan Peraturan Pers

- Advertisement -
Menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi ( Putusan MK) yang menolak permohonan Uji Meteriil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Terkait Pasal 15 Ayat (2) Huruf f dan Ayat (5) UU, Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia–DPP SPRI menyambut baik isi putusan MK tersebut.

Karena sesungguhnya putusan MK untuk perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 sudah memenuhi harapan Ketua Umum DPP SPRI selaku salah satu pemohon.

BACA JUGA   Pria ini Berhasil Diringkus Polisi, Kedapatan Transaksi Sabu
WhatsApp Image 2022 09 02 at 08.27.22
Edi Anwar Asfar Sekjen DPP SPRI bersama Ketum DPP SPRI Heintje Grontson Mandagie

Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Jenderal DPP SPRI Edi Anwar Asfar melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi Jumat (2/9/2022) di Jakarta.

Sekjen DPP SPRI Edi Anwar Asfar menegaskan, putusan MK terhadap Uji Meteriil UU Pers sudah mengembalikan hak regulator kepada organisasi-organisasi pers untuk menyusun dan menentukan sendiri (swa regulasi) peraturan-peraturan di bidang pers.

Namun begitu, lanjut Edi Anwar, putusan MK tersebut juga menegaskan bahwa peraturan-peraturan pers tersebut harus difasilitasi oleh Dewan Pers agar masing-masing organisasi pers tidak membuat peraturan sendiri.

BACA JUGA   Wakapolri Kunker ke Polda Kalteng Presisi Rs Bhayangkara Palangka Raya

“Kami DPP SPRI sangat menghormati pertimbangan hukum MK dan akan tunduk pada putusan tersebut,” tandas Edi Anwar, wartawan senior yang pernah mengalami kriminalisasi pers.

Edi Anwar mengakui meski MK menolak permohonan, namun bagian pertimbangan putusan MK menegaskan bahwa Dewan Pers tidak boleh menentukan isi peraturan.

“Kalau menentukan saja tidak boleh berarti tidak berwenang mengatur atau membuat aturan yang mengikat organisasi-organisasi pers,” tegasnya.

BACA JUGA   Aturan Terbaru Penerbangan Domestik Berlaku Sejak 24 Oktober 2021

Edi Anwar juga mengatakan, DPP SPRI saat ini sedang membuat legal opinion tentang isi putusan MK terhadap perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemahaman di masyarakat terutama insan pers di seluruh Indonesia.

Isi putusan MK pada bagian Badan Nasional Sertifikasi Profesi – BNSP menurut Edi Anwar, juga tidak dipertimbangkan MK. “Sehingga hal tersebut tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait sertifikasi,” ujarnya.

Dalam pertimbangan MK disebutkan : “Jikapun benar terdapat peraturan-peraturan pers yang pembentukannya dimonopoli oleh Dewan Pers untuk kepentingan Dewan Pers, atau disusun tidak tidak sesuai dengan fungsi Dewan Pers, sebagaimana didalilkan para pemohon, hal tersebut adalah persoalan implementasi norma dan bukan persoalan konstitusionalitas norma sehingga bukan merupakan kewenangan Mahkamah untuk menilainya.“

BACA JUGA   PT. Prima Mulya Karya: Kecewa, 1 Bulan Lebih Hak Jawab Tidak Diberitakan, Oleh Media Nusantara News 86

Kewenangan Dewan Pers melakukan sertifikasi wartawan, lanjut Edi Anwar, tidak dipertimbangkan Majelis MK.

“Untuk itu kami tetap mengacu pada peraturan yang berlaku terkait Sertifikasi Kompetensi Wartawan melalui BNSP dan LSP Pers Indonesia karena itu tidak dipersoalkan oleh MK. Dan kami berharap seluruh pihak menghormati hal tersebut,” imbuhnya.

Edi Anwar juga membeberkan, dalam siaran pers yang disebarkan Dewan Pers tentang pertimbangan MK terkait pelaksanaan UKW Dewan Pers sudah diputus pada tingkat PN adalah kurang lengkap.

BACA JUGA   Kegiatan Rapi Wilayah 02 Kotim Selama Bulan Ramadhan 1444 H / 2023 M

“Karena menurut MK persoalan uji kompetensi adalah persoalan konkret yang sudah diputus melalui putusan PN Jakarta Pusat dan juncto Putusan PT DKI Jakarta,” ungkapnya.

Jadi Edi Anwar menambahkan, memang benar Pengadilan Tinggi dalam pertimbangannya tidak menganggap UKW DP merupakan perbuatan melawan hukum.

Namun dalam rilis pasca putusan MK, Dewan Pers sengaja menyembunyikan informasi tentang putusan di tingkat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang sesungguhnya telah membatalkan Putusan di tingkat PN, meskipun pokok perkara tidak diterima.

BACA JUGA   Bahaya Obat Sirup, dan Kasus Gagal Ginjal Akut

“Kami juga menghormati keberadaan Dewan Pers hanya satu atau single bar sebagaimana putusan MK. Namun perlu diingat bahwa oleh karena MK menegaskan Dewan Pers tidak boleh menentukan peraturan pers maka Peraturan Dewan Pers tentang Konstituen Dewan Pers menjadi tidak berlaku, termasuk peraturan lainnya yang dibuat sendiri,” terangnya.

Oleh karena itu keberadaan 34 Organisasi Pers (termasuk SPRI) pembentuk Dewan Pers pasca UU Pers disahkan tahun 1999 harus diakui oleh Dewan Pers agar sejarah Dewan Pers tidak terputus.

Keputusan bersama 34 organisasipers (minius 7 organisasi pers) memberi penguatan terhadap Dewan Pers pada tahun 2006 lalu, dan disertai dengan kesepakatan menerbitkan peraturan tentang Standar Organisasi Wartawan dan Standar Perusahaan Pers harusnya dihormati.

BACA JUGA   Surat Terbuka Irjen Napoleon Bonaparte: Aku Bukan Koruptor

Sehingga, menurut Edi Anwar, Peraturan Dewan Pers tentang konstituen yang dibuat sendiri dan bukan oleh kesepakatan bersama 34 organisasi-organisasi pers adalah pelanggaran implementasi norma karena tidak sesuai dengan fungsi Dewan Pers.

Dewan Pers harus menghormati putusan MK dan mengembalikan hak 27 organisasi pers yang dicabut secara sepihak mengenai hak memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers, dan hak menyusun dan menentukan peraturan pers.

“SPRI pun menghormati dan tunduk pada keputusan dan pertimbangan MK mengenai eksistensi Dewan Pers,” pungkasnya.

Sebagai informasi, Permohonan Uji Materi UU Pers di MK diajukan oleh Ketum DPP SPRI Hence Mandagi dan Ketua Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi DPP SPRI Soegiharto Santoso, bersama Ketum DPP KOWAPPI Hans Kawengian.

( *Edi Anwar Asfar )

BACA JUGA   Presiden Harus Gunakan Kewenangannya Selesaikan Kegaduhan Perubahan Status Pegawai KPK Menjadi ASN
- Advertisement -
Iklan
- Advertisement -
- Advertisement -
Related News