Harga rotan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), berpotensi akan anjlok lagi sebagai imbas dari ditangkapnya rotan kering asal Kotim oleh Polda Kalteng, Selasa (5/10/2021) lalu.
Informasinya bahwa barang bukti 400 ton rotan kering asal Kotim itu disita dan telah dipasang garis polisi, lantaran diduga akan diseludupkan.
kemudian Kapal bernama MUSFITA yang mengangkut komuditi tersebut masih sandar di Pelabuhan Pelindo III, Pulpis, juga disita sebagai barang bukti.
Dengan kejadian itu petani rotan di Kotim merasa gelisah dan mengkhawatirkan akan berdampak terhadap anjloknya harga rotan di tingkat petani.
Kondisi tersebut bisa mengancam merosotnya penghasilan warga yang bergantung pada komoditas tersebut.
Menyikapi hal tersebut Dadang H Samsu Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Kotawaringin Timur, angkat bicara. Dia berharap guna mencegah anjloknya harga, pemerintah daerah harus punya peran penting untuk intervensi terhadap pasar nanti kedepannya.
“Ketika ada persoalan semacam ini tentunya imbas kepada petani itu ada, salah satunya adalah harga rotan itu akan turun lagi,” kata Dadang H Syamsu, Rabu, 13 Oktober 2021.
Ketua Asosiasi Petani Rotan (Aspero) Kabupaten Kotawaringin Timur ini menyebutkan dari data mereka saat ini ada sekitar 5.000 kepala keluarga, 30 pengusaha komuditin yang terhimpun dalam asosiasi tersebut.
“Dari 500 kepala keluarga ini saja bergantung kehidupan sekitar 20 ribu jiwa untuk anggota keluarga dimaksud. Sehingga rotan ini punya peran strategis untuk kehidupan ekonomi masyarakat lokal,” katanya.
Anggotanya kata Dadang banyak tetapi selama ini mereka tidak pernah merecoki pemerintah dengan hal yang aneh-aneh.
Menurut Dia mereka tidak pernah minta pupuk, minta bibit dan lain sebagainya, mereka hanya minta adanya jaminan dan kepastian harga yang stabil.
Dengan harga saat ini yang mencapai Rp6.000 per kilogram tentunya menjadi angin segar bagi kalangan petani. Mereka bisa saja mendapatkan sampai Rp300 ribu per hari untuk penghasilan bersihnya.
“Makanya untuk harga-harga sekarang kami anggap sudah mulai menunjukan keberpihakan harga, kepada petani tolong ini dibantu, dijaga supaya tetap stabil,”ujarnya.
Dadang menyebutkan biang persoalan ini berawal dari Permen KLHK, bahwasanya komoditi ini merupakan hasil hutan. Sebab, dikatagorikan tersebut lantaran banyaknya kebun masyarakat ini posisinya masuk dalam kawasan hutan.
Dengan demikian maka masyarakat harus mengurus Surat Keterangan Hasil Hutan Bukan Kayu, itu dikeluarkan pemerintah. Sementara kebun masyarakat ini masuk dalam kawasan hutan, mereka tidak punya alas hak.
“Mayoritas petani saat ini tidak punya legalitas untuk kebun rotan mereka. Selain itu juga perlu diketahui bahwasanya komuditiini adalah tanaman budidaya bukan lagi sebagai tanaman yang hidup sendiri,” tukas Dadang.
[*to-65]