Sertifikasi Profesi Wartawan di Indonesia, siapa sejatinya yang berhak melakukan hal tersebut. Anda harus tahu dan menilai sendiri siapa sejatinya.
Menyikapi gonjang ganjing selama ini masih berjalan siapakah yang sebenarnya berhak untuk melakukan Sertifikasi Profesi Wartawan itu agar diakui dan terjamin mutu kopetensinya di negara ini.
Insan jurnalis atau wartawan/wartawati di Indonesia saat ini, merasa kebimbangan dan belum mendapatkan kepastian yang betul-betul meyakinkan.
Siapakah sebenarnya yang berhak melakukan Sertifikasi Profesi Wartawan/wartawati di Indonesia?
Apakah Dewan Pers atau kah Badan Nasional Sertifikasi Profesi disingkat (BNSP).
Dalam hal ini penulis mencoba beropini setelah menyimak dan mengutif beberapa pemberitaan di media massa menyangkut hal tersebut, mudah mudahan tidak keliru.
Menurut persi Dewan Pers yang sudah diberitakan oleh beberapa media yang termasuk kostituennya bahwa, hanya Dewan Pers lah yang berhak melakukan Sertifikasi Profesi Wartawan/wartawati dengan istilah “Uji Kopetensi Wartawan” (UKW), sebagai standar profesinya.
Menurut persi ini, sejatinya, UKW sendiri telah mempunyai dasar hukum yang jelas sesuai dengan Peraturan Dewan Pers No: 01/Peraturan-DP/X/2018 sebagai penjawantahan terhadap UU Pers.
Peserta UKW sendiri terdapat tiga tingkat. Pertama adalah Muda, Madya dan Utama. Untuk UKW muda ke Madya tiga tahun dari Madya ke Utama dua tahun. Jika dalam tes gagal harus tunggu enam bulan berikutnya.
Pihaknya kembali menekankan kepada seluruh masyarakat yang berprofesi sebagai wartawan/wartawati untuk melakukan UKW sebagai standar profesi.
Pihaknya menganggap ukw ini suatu keharusan, seperti advokat sebelum beracara harus ada kartu advokat. Untuk perusahaan Pers yang belum terferivikasi Dewan Pers harus segera melakukan verifikasi, karena harus memiliki badan hukum.
Sedangkan sertifikasi menurut persi Badan Nasional Sertifikasi Profesi disingkat (BNSP).
Akhir-akhir ini, secara tegas BNSP Larang Dewan Pers Keluarkan Sertifikasi Wartawan:
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) menegaskan Dewan Pers (DP) tidak berwenang mengeluarkan sertifikasi wartawan.
Menurut persi ini, BNSP adalah sebuah lembaga independen yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Badan ini bekerja untuk menjamin mutu kompetensi dan pengakuan tenaga kerja pada seluruh sektor bidang profesi di Indonesia melalui proses sertifikasi kompetensi kerja bagi tenaga kerja, termasuk wartawan.
Baik yang berasal dari lulusan pelatihan kerja maupun dari pengalaman kerja.
Uji Kompetensi Wartawan (UKW) untuk sertifikasi profesi wartawan tidak lagi dikeluarkan DP, meski selama ini seolah menjadi lembaga Pers berotoritas tertinggi dalam membuat aturan bagi pegiat Pers Indonesia.
Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang tenagakerja, dan PP Nomor 10 2018, tentang BNSP.
“BNSP merupakan satu-satunya lembaga diberi kewenangan melaksanakan sertifikasi kompetensi”.
Komisioner BNSP, Henny S Widyaningsih menegaskan, DP tidak boleh mengeluarkan sertifikasi UKW, menyusul Lembaga Sertifikasi Profesi Pers Indonesia dan Standar Kompetensi Kerja Khusus Wartawan sudah resmi hadir dalam sistem sertifikasi kompetensi nasional.
Menurutnya, Dewan Pers boleh melaksanakan sertifikasi kompetensi, tapi harus lewat LSP yang berlisensi BNSP.
Saat ini, kata Henny, sudah ada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia yang berafiliasi dengan BNSP.
Dan ini merupakan lembaga pertama memiliki standar kompetensi wartawan yang bisa melaksanakan sertifikasi UKW.
Pelatihan itu digelar dalam rangkaian uji kompetensi asesor, bertempat di ruang rerba guna LSP Pers Indonesia, lantai 5 Kompleks Ketapang Indah, Jakarta Pusat baru-baru ini.
Mantan Komisioner BNSP, Agus kini menjadi master asesor BNSP menyatakan hal senada, sertifikasi kompetensi itu ada aturan hukumnya.
Menurut dia, negara hanya memberi kewenangan kepada dua lembaga untuk menerbitkan sertifikat kompetensi, yakni perguruan tinggi dan BNSP.
Jadi kalau ada lembaga di luar itu yang berani mengeluarkan sertifikat kompetensi, itu melanggar dan ada sanksi pidananya.
Ketua LSP Pers Indonesia Hence Mandagi mengapresiasi setingginya terhadap BNSP yang sudah memberikan kesempatan wartawan untuk mengikuti proses pelatihan asesor kompetensi melalui LSP Pers Indonesia.
Menurut Mandagi, banyak selamat kepada wartawan yang sudah dinyatakan kompeten sebagai asesor oleh master asesor dari BNSP.
Karena ini menjadi catatan sejarah baru, bahwa pers Indonesia telah memiliki asesor penguji kompetensi bersertifikat BNSP berlogo garuda.
Ketua Umum DPP Serikat Pers dan Ketua DP Indonesia (DPI) ini mengaku bangga atas kehadiran wartawan yang menjadi peserta diklat asesor dari lintas organisasi pers dari berbagai latar belakang media, seperti media televisi (RCTI dan TVRI), media online, dan media cetak lainnya.
Menariknnya, Fredrik Kuen yang selama ini menjadi tenaga penguji kompetensi wartawan di Dewan Pers juga menjadi peserta pelatihan asesor ini.
Mantan General Manager Kantor Berita Antara tersebut mengakui standar kompetensi kerja khusus wartawan yang digunakan LSP Pers Indonesia sangat berbeda dengan yang lazim dia gunakan sebagai bahan pengujian wartawan di Dewan Pers.
Lanjutnya, sempat kesulitan saat mengikuti sistem dan metode melakukan sertifikasi kompetensi yang dilatih master asesor BNSP.
Namun (akhirnya-red) saya mengerti bahwa standar kompetensi ini lah yang benar-benar berkualitas dan dapat digunakan.
Fredrik berencana segera menerapkan metode dan standar kompetensi yang sah dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan (Diklat) jurnalistik di lembaga pendidikan miliknya.
Sementara itu, ketua Badan Pengawas LSP Pers Indonesia, Soegiharto Santoso juga turut menjadi peserta pelatihan asesor ini.
Dia menilai, tinggal selangkah lagi sertifkasi kompetensi wartawan dapat dilaksanakan di Indonesia.
Seperti diketahui, BNSP adalah lembaga independen yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5) UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Adapun tugasnya, menjamin mutu kompetensi dan pengakuan tenaga kerja pada seluruh sektor bidang profesi di Indonesia melalui proses sertifikasi kompetensi kerja bagi tenaga kerja, baik lulusan pelatihan kerja maupun berasal dari pengalaman kerja, demikian.
Penulis: Misnato dari Wakil Pimpinan Redaksi Media Online Indeksnews.com.