Pembabatan Hutan di Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) harus segera dihentikan. Karena jika diteruskan bakal berdampak negatif.
Baik terhadap keselamatan manusia itu sendiri maupun terhadap kelangsungan hidup marga satwa atau hewan yang dilindungi akan terancam punah kalau hutannya habis atau sudah gundul.
Hal ini Sungguh sangat memprihatinkan, apa yang saya lihat dan saksikan sendiri saat melakukan Investigasi kelapangan, aktivitas pembabatan hutan yang membabi buta masih berlangsung.
Jika tidak segera dihentikan atau dibiarkan tidak lama lagi hutan di wilayah tersebut akan habis dan gundul.
Konsekwensinya, siap-siap saja menerima ajab serta musibah banjir lebih besar lagi, yang selama ini sudah menjadi langganan di Bumi Kalteng.
Petualang Jurnalis kali ini mencoba beropini semoga tidak salah dan bermanfaat, setelah menyaksikan tangan-tangan kotor manusia yang melakukan pengrusakan hutan di atas perut bumi ini sungguh sangat memprihatinkan.
Perjalanan yang cukup melelahkan dan menghabiskan waktu 15 jam baik saat melakukan investigasi dilapangan maupun pulang pergi dari Kota Cantik Palangka Raya.
Menuju Dusun Tanjung Jaya, Desa Murui Raya dan sekitarnya, Kecamatan Mentangai, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalteng, pada Senin, 7 Nopember 2022.
Secara kasat mata saya saksikan bersama rekan dari lembaga atai LSM LAMI yang didampingi 2 warga setempat di lokasi tersebut.
Diperkirakan puluhan ribu hektar hutan di wilayah itu sudah porak poranda rata dengan tanah dibabat dengan menggunakan alat berat Exapator.
Diketahui bahwa Aktivitas pembabatan hutan tersebut dilakukan beberapa kontraktor yang bekerjasama mengambil jasa dengan PT. Industrial Forest Plantation (IFP), yang dianggap bertanggung jawab.
Diketahui pula bahwa PT Industrial Forest Plantation (IFP) ini bergerak dalam usaha Hutan Tanaman Industri (HTI), adapun pemiliknya perusahaan ini adalah ‘LIN MING LAI‘ seorang Warga Negara Asing.
Tampak terlihat diperkirakan ratusan ribu potong kayu log yang siap angkut disekitar lokasi dari beberapa jenis kayu dan ukuran diameter dan panjang yang berpariasi.
Selain itu tampak pula blok-blok yang dibuat jalan membelah hutan perawan diwilayah itu yang saat ini masih belum habis dibabat, jika tidak segera dicegah tidak berapa lama lagi hutan tersebut juga rata dengan tanah.
Sebelum memasuki desa tersebut diatas disepanjang jalan yang dilalui ratusan Km juga kami temukan banyaknya tumpukan kayu-kayu yang dibiarkan membusuk belum juga diangkut.
Kondisi kayu tersebut terlihat kualitasnya sudah tidak standar lagi dan tidak mungkin lagi dimanfaatkan, hal ini menurut saya sangat mubajir.
Pertanyaannya kenapa harus ditebang kalau tidak dimanfaatkan, saya tidak tahu siapa yang dirugikan dalam hal ini, apakah pemilik perusahaan sendiri atau juga negara juga dirugikan?
Petualang Jurnalis kali ini sengaja tidak mempertanyakan izin yang telah dikantongi perusahaan tersebut.
Terlepas dari itu semua pada prinsifnya berizin atau tidak secara pribadi saya berharap pembabatan hutan di bumi Kalteng ini harus segera dihentikan.
Untuk menyikapi permasalahan ini menjadi warning bagi pemerintah yang berkompeten untuk segera bertindak, dalam hal ini DPR, pemerintah terkait dan lembaga Yudikatif (Polisi, Jaksa dan Kehakiman).
Mengingat hutan penyangga bencana di Bumi Kalteng saat ini sudah menipis dan terancam akan punah atau habis gundul jika aktivitas perambahan kawasan hutan ini masih di izinkan oleh pemerintah terkait.
Berkaca dari SIARAN PERS Nomor: SP. 089/HUMAS/PP/HMS.3/3/2021 bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia menetapkan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Perizinan Berusaha.
Dimana, Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan, atau Persetujuan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Baru pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2021 Periode I (PIPPIB), seluas 66.182.094 ha.
Penyusunannya berdasarkan PIPPIB tahun 2020 Periode II, dengan mengakomodir pemutakhiran data pada enam bulan terakhir.
“Terhadap instansi pemberi izin kegiatan yang termasuk dalam pengecualian pada PIPPIB wajib menyampaikan laporan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan setiap 6 bulan sekali,” ujar Ruandha.
Di dalam SK ini terdapat pengecualian. Adapun pengecualian tersebut diberikan terhadap permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip atau izin penggunaan kawasan hutan.
Sebelum terbitnya Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
Pengecualian juga berlaku untuk pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital, perpanjangan izin di bidang usaha yang masih berlaku dan memenuhi syarat kelestarian, serta kegiatan restorasi ekosistem.
Pelaksanaan kegiatan terkait pertahanan dan keamanan negara pun mendapat pengecualian.
Selain itu, pengecualian diberikan ketika terjadi bencana alam, misalnya untuk jalur evakuasi maupun penampungan sementara korban bencana alam.
Kegiatan lain yang menjadi pengecualian yaitu penyiapan pusat pemerintahan, proyek strategis nasional yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden, dan prasarana penunjang keselamatan umum.
Penetapan PIPPIB Tahun 2021 Periode I ini berdasarkan SK Menteri LHK No. SK.666/MENLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/2/2021.
Sehubungan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, maka SK tersebut mengalami penyesuaian nomenklatur.
Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) Ditjen PKTL, Belinda A. Margono menjelaskan sebelumnya SK tersebut yaitu Penetapan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
Sekarang Peta Indikatif Penghentian Pemberian Perizinan Berusaha, Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan, atau Persetujuan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Baru pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
“Meski menjadi lebih panjang, kami tetap menyebutnya PIPPIB. Jadi SK ini bukan merupakan barang baru, hanya dilakukan penyesuaian dengan terbitnya UU tentang Cipta Kerja,” kata Belinda.
Selain KLHK, pembaharuan PIPPIB yang dilakukan dua kali setiap tahunnya, juga melibatkan K/L terkait yaitu Sekretariat Kabinet, Kementan, Kementerian PUPR, Kementerian ATR/BPN, Kemendagri, dan BIG.
Sedangkan revisi PIPPIB dilakukan dengan memperhatikan perubahan tata ruang, masukan dari masyarakat, pembaharuan data perizinan, dan hasil survei kondisi fisik lapangan.
Tidak mengurangi rasa hormat terakhir petualang jurnalis berharap kepada pihak terkait harus segera menurunkan timnya guna memastikan kebenaran permasalahan ini,demikian.